TAHUN ini, Muhammad Jusuf Kalla memasuki usia ke-68. Dia sudah kakek. Kalla dianugerahi sembilan cucu oleh empat dari lima anaknya.
Idiom nikmatnya hidup seorang pria karier, life begun at fifty, sudah hampir dua puluh tahun dia lewati.
Sejatinya, jika seperti pria sukses dunia kebanyakan, Kalla sudah memilih tenang di rumah dan menikmati hidup. Tapi, sayang, dia bukan typologi lelaki penikmat hidup.
Kalla hanya menjalani dan selalu ingin memaknai hidup. Imelda Jusuf, satu dari empat putrinya, menegaskan bapaknya pekerja.
"Di pikirannya itu selalu orang banyak." kata Imelda, saat memberi testimoni untuk bapaknya pada peluncuran kali pertama buku "Mereka Bicara JK" di Hotel Sultan, Jakarta, (21/10) malam.
Dalam keseharian, Kalla juga seperti kebanyakan orang. "Kegemaran teh susu dan terkadang melanggar perintah dokter. Yang jelas (dia) tak bisa bernyanyi dengan benar."
Ketua MPR RI, Taufik Kiemas, yang juga hadir dalam peluncuran buku kali pertama buku itu, mengatakan semangat dan energi Kalla masih akan dibutuhkan bangsa ini.
"Pak JK itu bapak bangsa. Dia tempat bertanya soal bangsa. Orangnya JK itu enak, energik, bangsa ini masih butuh dia," kata suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini.
Surya Paloh, mantan Ketua Dewan Penasihar DPP Golkar, mengatakan, Kalla adalah sahabat yang konsisten dan tak pernah lelah untuk berkarya.
"Kelebihannya yang luar biasa adalah kesabaran. Ini modal dasar negarawan yang kini jarang dimiliki pemimpin bangsa ini," katanya.
Acara di Wisma Kalla, Makassar, awal pekan ini, memang buku peluncuran. Kali pertama buku "Mereka Bicara JK, di-launching untuk publik sehari setelah Kalla resmi meninggalkan Istana Wakil Presiden, Rabu (21/10/2009).
Namun, saat dibedah di Makassar, sebuah usulan cerdas terungkap. Usulan itu datang dari senior Kalla saat aktif di KAMI dan HMI di Makassar, Prof Dr Paturungi Parawansa.
Mantan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujungpandang ini di hadapan Kalla, keluarga, tim penulis, dan undangan acara, mengusulkan buku ini dicetak minimal 10.000 eksamplar dan dibagikan di perpustakaan SMP, SMA, madrasah, serta universitas di Sulsel dan Indonesia.
"Buku ini adalah cermin, teladan bagi anak bangsa yang mulai kehilangan orientasi, siapa panutan mereka. Buku ini akan jadi refernsi bagi generasi muda yang mau jadi pengusaha, politisi, atau pemimpin besar," katanya.
Usulan tokoh pendidikan ini pun mendapat aplaus peserta. Bahkan dan sahutan spontan, "setujuuuuuu."
Pada acara di Makassar, Prof Paturungi, adalah satu dari delapan penanggap. Penanggap lain, atau lebih tepatnya "verifikator" kiprah dan jasa Kalla untuk bangsa ini, adalah Prof Dr Zainuddin Thaha (guru besar UNM), Prof Dr Mappa Nasrun (akademisi Unhas), Dahlan (pemred Tribun Timur), Ishak Ngeljaratan (budayawan), Paul Patanduk (Ketua PGI Sulselbar), dan Dahlan Abubakar (mantanpemred Harian Pedoman Rakyat).
Ada juga Ilham Arief Sirajuddin (walikota makassar), dan Zohra A Baso (aktivis perempuan).
Sedangkan pembedah, adalah Prof Dr Qasim Mathar (guru besar UIN Alauddin Makassar) Taslim Arifin (akademisi Unhas), M Lutfhi (mantan Ketua BKPM), dan Thoriq Hadad (Pemred TEMPO). Moderatornya adalah Andi "Mangara" Taddampali.
***
Kini Kalla memang membuktika masih ingin berbakti untuk bangsa. Setelah tak menjabat wapres, dia kini banyak keliling kampus di Indonesia untuk jadi pembicara di aneka seminar, dan simposium.
Usai dari meninjau gereja dan masjid di Poso, dia terbang ke Universitas Brawijaya Malang untuk ceramah soal kebangsaan dan perdamaian. Malam harinya, di Jakata, dia hadir dan bercengkerama dengan SBY di acara Korps Alumni HMI.
Jabatan terakhir yang menegaskan kian sibuk dan konsistenya Kalla kepada misi kemanusiaan adalah jabatanm Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI).
Dia menyiapkan khusus jet pribadi untuk mendukung visinya. Bahkan, orang dekatnya mengumumkan, dua helikopter milik kelompok usahannya, Kalla Group, dipinjamkan untuk mendukung aktifitas dan perlengkapan PMI yang terbatas.
Mengurus kemanusian, atau mengabdi untuk perdamaian, memang kini jadi "hobi baru" doktorandus ekonomi ini. Di Indonesia, bahkan Asia dan dunia, mengenal Kala sebagai juru damai, serta negosiator ulung nan berani.
Setidaknya, ada tiga konflik horizontal dan militer-sipil yang dia damaikan. Konflik SARA Poso dan Ambon, dan yang paling monumental adalah perdamaian Aceh antara RI dan GAM. "Ini belum termasuk mendamaikan konflik organisasi, ormas, partai, dan orang per orang yang dia damaikan," kata Natsir Mansyur, politisi Golkar yang dengan bangga mengaku murid langsung Kalla.
Kalla sendiri mengaku sangat banyak momen-momen yang akan dikenangnya selama ia menjabat sebagai wapres. Namun ternyata momen yang paling berkesan dan begitu mendalam adalah perdamaian di Aceh.
"Banyak sekali kesan, dan semua kesannya sama. Tapi ada satu momen yang paling berkesan, yakni menyelesaikan (konflik) Aceh. Karena itu momen awal," tuturnya.
Kalla mengakui, dia memang lebih senang bekerja dan mendorong masyarakat untuk bekerja. Namun, dia mengatakan, dalam bekerja tidak bisa tanpa bicara.
"Sebab, tanpa ada komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian karena tidak ada penjelasan," ujar Kalla.(thamzil thahir)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H