Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sarjana Kutu Loncat

15 Maret 2015   15:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:37 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426409894735587671

[caption id="attachment_355586" align="aligncenter" width="318" caption="Kutu Lompat (hipwee.com)"][/caption]

Batu Akik Lagi

Apa hubungan antara batu akik dengan batu loncatan.  Satu hal yang membuat keduanya sama yaitu asal muasal kedua makhluk  itu identik adalah  batu.  Batu akik era Jokowi menjabat Presiden naik panggung.  Dimana mana orang dewasa membicarakan  batu akik.  Inilah demam batu yang mencapai suhu 40 derajat celsius.  Demam tinggi yang seharusnya diderita hanya beberapa hari, namun nampaknya demam batu akik akan berlangsung cukup lama sampai ditemukan lagi mainan baru orang dewasa.

Saya tidak akan membahas batu akik pada kesempatan ini.  Biarlah para penggemar batu itu menikmati gosokan batu berlama lama bahkan sampai kurang tidur sembari menanti gambar apa yang akan muncul di permukaan batunya.  Sejujurnya para penggosok batu berharap muncul gambar aneh bin unik yang nantinya akan menaikkan harga jual batu. Semua berharap muncul gambar makhluk ghaib disana. Seperti gambar Nyi Roro Kidul, atau raut muka Haji Lulung boleh juga wajah  Gubernur Jakarta, misalnya.

Kehidupan manusia berjalan seiring bergeraknya waktu dari detik ke abad.  Dimensi waktu menjadi penanda perubahan di dunia ini.  Perubahan yang pasti bagi anak manusia adalah bertambahnya umur dan berkurangnya usia.  Perubahan disadari atau tidak disadari ibarat meloncat dari satu batui ke batu lain.  Batu itu mungkin berposisi didepan yang bermakna ada kemajuan atau batu itu berada di belakang yang bisa diartikan kehidupan sedang mengalami cobaan.

Saya pertama kali mendengar istilah batu loncatan tahun 1971.  Ketika menjadi mahasiswa, seorang dosen acapkali mengeluarkan kosa kata batu loncatan. Sebagai pemuda seumur jagung kami bingung kenapa si Bapak Dosen setiap tampil di muka kelas mengatakan bahwa kalian kuliah disini hanyalah sebagai batu loncatan.   Masih banyak batu batu di depan kalian yang harus dilewati atau di loncati satu persatu untuk menapak karier masa depan  gemilang.

Batu Loncatan

Setelah hampir lima tahun menyelesaikan tugas kedinasan saya baru paham apa yang dikatakan Bapak Haji Agustjik dosen kami di Palembang. Kini dengan ketersediaan waktu yang cukup banyak saya lebih mempunyai waktu luang untuk merenung makna hidup dan kehidupan.    Batu batu itu telah saya lampaui dalam ukuran puluhan loncatan sehingga bermuara menjadi profesi Dosen dan Penulis.

Kekayaan intelektual yang diterima selama duduk di bangku kuliah telah membentuk generasi muda menjadi seorang cendikia.  Selama 6 – 8 semeseter mahasiswa di ajarkan pola pikir sistematis berdasarkan  ilmu pengetahuan (science) dan pola tindak berdasarkan logika, etika dan estetika. Inilah produk perguruan tinggi berupa para sarjana (kaum  terpelajar)  yang diharapkan menjadi motor perubahan di masyarakat.

Berbekal profesionalisme yang mencakup, science, skill dan attitude para sarjana tejun ke masyarakat.  Inilah batu pertama yang mereka loncati untuk kemudian meloncat ke batu batu lainnya.  Loncatan demi loncatan seyogyanya sejalan dengan motivasi untuk berbuat yang terbaik bagi dirinya, untuk kedua orang tua dibalut pada kesadaran sebgai warga negara yang baik dalam bentuk pengabdian kepada nusa dan bangsa.

Tidak menjadi masalah basic ilmu yang mereka terima di Perguruan Tinggi tidak sesuai dengan bidang pekerjaan yang mereka geluti. Seperti diuraikan diatas, satu hal terpenting para generasi muda telah dibekali pola pikir intelektual dan pola tindak profesional.   Jadi ketika seorang sarjana pertanian bekerja di Bank  tidak masalah karena para pengguna (owner) lebih mengharapkan sikap cendikia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun