[caption id="attachment_348004" align="aligncenter" width="537" caption="Jokowi sungkem di pangkuan Ibunda (www.tempo)"][/caption]
Sudahlah Bro, sabar saja, segala sesuatu di dunia ini wajib hukumnya melalui proses. Proses melepaskan diri dari segala macam tekanan dan intervensi memang memerlukan waktu. Ukuran 100 hari merupakan batas waktu toleransi maksimal untuk menjadikan diri sebagai Presiden de facto. Presiden yang sebenarnya, bebas dari tekanan, intervensi dari siapapun. Padahal sejak tanggal 20 Oktober 2014 sebenarnya predikat Presiden de jure sudah dimiliki Pak Jokowi ketika mengangkat sumpah di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia..
Secara pribadi bro, saya berpikir positif saja menyaksikan kekisruhan politik nasional. Tidak bisa dipungkiri Bapak Presiden banyak mendapat masukan (bisikan) dari orang sekelilingnya.  Justru masukan itu lebih banyak datang dari orang orang yang merasa berjasa mendudukkan Jokowi di kursi RI 1. Orang berjasa merasa berhak membantu Presiden, hanya saja bentuk bantuan itu nampaknya lebih pada tindakan sedikit memaksa kan kehendak.
Lihat saja ketika Presiden menetapkan para pembantu pada jabatan menteri. Titipan demi titipan tidak bisa ditolak Bapak Presiden. Untunglah Beliau menggunakan tangan KPK dan PPATK sehingga titipan itu bisa dikurangi sedikit.  baru baru ini secara terang benderang rakyat menyaksikan politik dalam negeri naik ke suhu 39 derajat, demam tinggi ketika kebijakan kontroversial yang menuai cibiran warga. Puncak dari intervensi itu terjadi ketika Presiden menempatkan seseorang pada jabatan terhormat Dewan Pertimbangan Presiden dan penunjukan seorang perwira tinggi Polri sebagai Calon tunggal Jabatan Kapolri.
Tentu saja rakyat siapapun dia bisa menyimpulkan bahwa intervensi dari petinggi partai itu sudah sangat keterlaluan. Sampai sampai selebritis pengamat masalah sosial Melanie Subono mengeluarkan statement bahwa Presiden Republik Indonesia saat ini bukan Jokowi http://www.tribunnews.com/seleb/2015/01/23/melanie-subono-presiden-dan-wapres-kita-adalah-megawati-dan-surya-paloh . Bisa jadi pendapat Melanie mewakili suara rakyat sebagai kumulasi kekecewaan masyarakat melihat Presidennya tidak mampu menggunakan hak preogatif secara optimal berdasarkan pilihannya sendiri.
Bro, tanggal 28 Januari 2015 Presiden Jokowi genap 100 hari duduk di Istana dalam kapasitasnya sebagai Presiden de jure. Saya berharap dan mungkin juga mas bro, 100 hari sudah cukup waktu menerima gangguan elite politik tertentu. Kini saatnya rakyat berharap dengan dukungan sepenuhnya agar Presiden Jokowi menjadi Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia se utuh nya. Artinya Presien de jure dan de facto.
Saya tidak berani berharap apalagi menghimbau para elite di sekeliling Jokowi untuk mengurangi intervensi, tetapi kiranya bisa sering membaca berita di media sosial betapa sikap itu kurang  simpatik. Malah ada sekelompok komunitas yang meminta : Jangan ganggu lagi Jokowi, dia Presiden Kami. Biarkan Presiden Jokowi bekerja jangan ganggu kosentrasi beliau dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan tugas kenegaraan.
Cukup sudah hiruk pikuk politik negeri ini. Mari kembali ke posisi semula kerjakan tugas pokok kita dengan baik untuk membangun bangsa. Jangan lupa apa yang dilakukan sekarang akan menjadi catatan sejarah abadi dimasa mendatang. Ketua Partai kosentrasi membina kader, para pengamat bekerja berdasarkan fakta dan terhindar dari provokasi. Para penulis menulis dengan kesadaran penuh menyampaikan pendapat yang objektif penuh dilandasi niat ingin berbagi yang terbaik bagi nusa bangsa
Mari gunakan momentum 100 hari untuk membantu mendudukkan Presiden Jokowi sebagai Presiden RI secara de facto. Rakyat sangat berharap Presiden mampu menyelesaikan tugas sampai 5 tahun kedepan. Jangan hiraukan lagi bisikan bisikan merdu yang berbuah rusuh dan kisruh. Kosentrasi kerja kerja kerja dengan kekuatan dan kecepatan penuhb membangun Indonesia Raya sesuai dengan janji janji anda.
Harga diri Bapak sebagai putra Ibunda terbaik di pertaruhkan. Masih ingatkah ketika Bapak Jokowi sungkem di pangkuan Ibunda tercinta di kediaman kota Solo sebelum berangkat ke Jakarta. Inilah marwah dan wibawa serta harga diri seorang lelaki yang harus dipertaruhkan sebagai kehormatan dan kemuliaan bagi seorang Jokowi yang di takdirkan menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sejarah tidak diam, Mr. Presiden
Salam salaman