Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Jakarta Naik Pangkat dari Metropolitan Menjadi Kosmopolitan

15 Juni 2013   07:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:00 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bekerja dan bernafas di Jakarta memang perlu perjuangan keras.  Hidup diantara hiruk pikuk kumulasi segala macam persoalan Indonesia awak rasakan selama 30 tahun bermukim di ibukota. Pada awal masuk Jakarta, kota ini masih lengang.  Tahun 1980 an masih leluasa berkendara di Jakarta.  Namun lambat laun urbanisasi menggejolak.  Pertumbuhan ibukota menari bagi perantau dari luar pulau Jawa, mereka  'bak laron laron yang mengejar lampu.  Jakarta menjadi serbuan pencari kerja.  Jakarta menjadi pilihan utama untuk mengadu nasib.  Yes kota ini mulai meranjak naik kelas menjadi kota metropolitan.

Jakarta mulai terasa sesak ketika tahun 90 an menjelang.Di jalan Gatot Subroto seingat awak hanya ada 2 gedung tinggi.  Gedung itu adalah YTKI dan Patra  Jasa.  Kemudian  di bunderan HI , Hotel Indonesia berdiri megah tanpa pesaing.  Sobat, kini lihatlah bangunan gedung berlomba menjulang kelangit.  Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto sepertinya menjadi hutan beton.  Belum lagi Jalan Rasuna Said yang dulunya belum ada.  Kawasan kuningan ini menjadi kawasan elite pusat perkantoran bergengsi.  Kelapa Gading apalagi kawasan yang tadinya rawa menjelma menjadi kota baru, demikian pula dengan pertumbuhan pemukiman yang mengepung Jakarta.

Pola hidup masyarakat Jakarta pun mulai bergeser ke gaya hidup hedonisme.  Kesibukan dan kemacetan Jakarta memaksa warga untuk mendekati tempat kerjanya dengan cara tinggal di apartemen.  Yes, pola hidup metroplitan dengan memilih mukim  di Apartemen semakin populer dikalangan warga menengah atas. Pertumbuhan apartemen bak jamur di musim hujan.  Rumah rumah kumuh terpaksa di bongkar, warga pemilik lahan pindah kepinggiran kota setelah mendapatkan ganti untung (rugi) yang lumayan.

Inilah evolusi pergeseran budaya. Kerukunan yang diwujudkan dalam gotong royong menjadi barang aneh di kawasan perumahan mewah dahn apartemen.  Warga tidak merasa perlu lagi gotong royong, karena pemukimannya sudah bersih dan nyaman, artinya sudah dikelola oleh cleaning servce dan jasa pertamanan..  Pertemuan antar warga menjadi lebih sedikit,  kalupun ada pertemuan itupun ketika bendera kuning berkibar disalah satu rumah warga yang berkabung.

Inilah gaya hidup metropolitan.  Awak kuatir kepedulian sosial semakin menurun dan kerukunan warga semakin sirna.  Peran dari Pak Jokowi lah yang kita harapkan agar  Jakarta menjadi kota beradab, nyaman, aman dan tertib.  Tentu dukungan segenap warga diperlukan agar program program prioritas pembangunan  lebih mengedepankan aspek pertumbuhan budaya tradisionil.  Jakarta boleh saja menjadi kota kosmopolitan setingkat di atas metopolitan, namun budaya betawi sebagai tradisi pemilik tanah hendaknya jangan diabaikan.

Salam salaman

PenasehatpenakawanpenasaraN

[TD]


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun