Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Capres Ala Remote Control

31 Maret 2014   14:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingar binger kampanye memenuhi halaman koran, halaman televisi dan halaman rumah serta halaman kompasiana.  Tahun 2014 sebagai momentum perubahan diusung oleh setiap partai baik oleh partai penguasa maupun oleh partai koalisi dan partai opisisi.Versi perubahan setiap partai tentu saja berbeda, namun satu hal yang paling disepakati oleh setiap partai adalah di tahun 2014 ini kita akan memiliki presiden dengan wajah baru.Wajah wajah baru calon presiden inilah yang mulai kerap muncul di media dan jujur saja rakyat saat ini sedang menimang nimang atau menimbang nimbang siapa yang pantas dan layak menduduki Istana Merdeka Bulan Oktober 2014.

*********

Sah sah saja setiap warga negara dicalonkan atau mencalonkan diri menjadi calon presiden. Masalahnya adalah apakah capres itu mempunyai kebebasan dalam berpikir dan bertindak ketika proses pencalonan dan selanjutnya apabila terpilih menjadi presiden. Artinyaapakah sang Capres itu benar benar mandiri ataukah dia dikendalikan oleh seseorang atau kelompok tertentuyang patut diduga mempunyai kepentingan besar untuk mendudukkan si calon menjadi Presiden.

********

Merupakan rahmat bagi bangsa Indonesia apabila Presiden RI 2014-2019 adalah benar benar sosok warga negara yang bebas dari kepentingan pribadi apalagi kepentingan kelompok namun sebaliknya menjadi bencana besar bagi bangsa dan negara apabila si capres boneka berhasil didudukkan di kursi tertinggi.Masalah besar karena si robot alias boneka itu akan digerakkan dengan ”remote control”.  Apa jadinya bangsa ini apabila setiap ingih bertindak harus menunggu komando dari sipemegang remote control.

********

Anda tentu sudah sangat familier dengan remote control.Benda ajaib hasil rekayasa teknologi tinggi itu pasti ada dirumah anda.Remote control televise atau remote control mobil dan remote remote control lainnya yang semakin marak dalam rangka memudahkan kehidupan anak manusia.Filosofi remote control pada ghalibnya sederhana sekali.Ada si boss yang menguasai sepenuhnya remote control dan ada makhluk lain atau benda benda yang gerakkan oleh si empunya sesuai dengan kehendak hatinya. Robot tak berdaya seperti seonggok besi yang siap siap disimpan di gudang ketika tidak terpakai lagi (rusak berat).

********

Boneka sebenarnya adalah benda mati tak bernyawa , itu pengertian baku apabila boneka tersebut benar benar boneka secara fisik yang dijadikan mainan anak anak anak kecil. Namun istilah boneka yang sering diplesetkan untuk sosok manusia atau taruhlah seorang calon presidenmaka makna dari pengertian boneka menjadi sangat menarik utnuk dibahas. Nah untuk istilah boneka yang disandangkan kepada manusia maka jadilah dia manusia bernyawa tetapi tak berdaya. Sang Boneka secara de jure sebagai pejabat public namun secara de facto dia hanyalah symbol atawa lambang yang dikendalikan  seenaknya oleh sang pemegang remote control.

*********

Awak sebenarnya lebih suka menggunakan istilah robot ketimbang boneka. Robot agak canggihlah dibanding mainan anak anak itu. Dalam tubuh Robot terdapat benda penggerak yang disebut oleh para pembuatnya sebagai baterai. Para pembuat dengan menggunakan remote  control bebas merdeka mengarahkan dan menjerumuskan atau mengorbankan sang robot sesuai dengan situasi kondisi berkembang.Betapa malangnya nasib sang robot, walaupun dia sekualitas robot cop yang terkenal itu , robot is robot tiada daya upaya selain di kliq atau di on –off sang pengendali.

********

Nah tuan tuan, apa jadinya negeri ini bila capres by design dengan remote control terpilih ?Bukankah kesengsaraan akan menimpa diri kita lagi selama kurun waktu 5 tahun kedepan.Kita tidak bisa berharap terhadap niat baik atau niat buruk sang pemegang remote control, namun dari niatnya saja maka terlihat jelas mengapa tidak memberikan kebebasan atau kemrdekaan kepada sang capres dalam berpikir dan bertindak ?Pertanyaan ini muncul sehubungan kondisi rating elektabilitas sang penggerak yang tidak memungkinkan lagi mencalonkan diri sehingga dia mengggunakan orang lain (boneka bin robot) untuk mewujudkan cita citanya.

********

Mari sejenak kita lihat perjalanan karier politik calon presiden.Fakta bicaranaiknya Jokowi ke pentas nasional, bisa disebut dimulai ketika ia menjadi salah satu kepala daerah pilihan Majalah Tempo pada 2008. Jokowi tak sendirian waktu itu, ada sembilan kepala daerah lain yang juga punya prestasi mentereng. Pertanyaan nya adalah: kenapa kemudian hanya Jokowi yang melejit hingga mencapai popularitas seperti yang kita simak hari ini, padahal modal prestasinya tak lebih unggul dari sembilan kepala daerah lainnya?

********



Sebagai salah satu contoh Herry Zudianto, misalnya, yang sedang menghabiskan masa jabatan keduanya sebagai Walikota Yogyakarta, mengkoleksi tiga puluhan penghargaan di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, atau pemerintahan bersih hingga tahun itu. Jauh sebelum pejabat-pejabat Jakarta ngoceh soal “bike to work”, Herry telah lebih dulu memperkenalkan dan mempopulerkan “sego segawe”, yaitu pergi ke kantor dan ke sekolah naik sepeda. Pada malam hari, terutama pada hari libur, jangan heran jika Anda melihat kota Yogya dipenuhi oleh anak-anak muda yang menikmati malam libur dengan bersepeda secara berombongan, mulai dari puluhan hingga ratusan orang. Itu adalah buah dari program “sego segawe” yang dicanangkan Herry.

********

Yes, di era informasi canggih saat ini, dimana media dikuasai oleh kelompok kecil tertentu, maka “rekayasa membesarkan” seseorang itu adalah suatu keniscayaan.  Poles memoles calon dengan cara memberitakan kegiatan keseharian (blusukan) yang sebenarnya hanyalah pekerjaan biasa menjadi news “wah” dan konyolnya lagi berita sampah itu membuat rakyat terlena karena disuguhi tontonan yang itu itu saja.Padahal masih banyak pejabat public yang memiliki berprestasi hebat namun karena tidak ter publikasi maka kerja bhakti itu hilang ditelan bumi.Populeritas ada ditangan media, namun populeritas semu tanpa prestasi luar biasa bisa dikategorikan sebagai salah satu tindakan pembohongan public.Tidak bisa dipungkiri ada upaya upaya (by design) mendudukkan seorang pejabat public dengan tujuan agar kepentingan kelompok tertentu itu bisa di apresiasi oleh boneka atau robotnya.  Yes kompetensi telah  di kudeta populeritas.

*********

Nah ujung dari opini ini tentu memberikan informasi kepada para pemilik suara agar tidak terbawa atau terpengaruh oleh populeritas semu itu sehingga kita terbuai dan akhirnya menapikkan kompetensi seorang calon presiden.Sosok Presiden RI 2014-2019 yang dibutuhkan untuk mengangkat bangsa ini dari ketepurukan adalah sosok pribadi yang Tegas, Cerdas dan Tangkas serta berani / tidak ragu ragu dalam bertindak yang dibungkus oleh pemahaman sempurna tentang ideologi Pancasila dan konsisten melaksanakan amanat UUD 45.

********

Itulah ciri ciiri sosok capres yang memiliki wawasan nusantara sebagai persyaratan mutlak untuk mendudukkan seorang warga menjadi pemimpin nasional.Pemimpin yang independent akan bebas bertindak untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Kalu bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. Sekali lagi dan seterusnya kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar bangsa Indonesia dianugerahi seorang Presiden yang berkarakter STAF (Shidieg, Tabligh, Amanah danFathonah), Amin ya Rabbal Alamin.

*********

Salam Indonesia Raya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun