Falsafah kehidupan ini memang luar biasa.  Entah dari mana asal filosofi tersebut  namun boleh juga kita telaah bahwa menjalankan hidup di dunia keras seperti saat ini filosofi itu bisa di jadikan referensi. Ada 2 saja filosofi. Pertama Ketika terkurung tetapi Ada Diliuar .  Kedua Ketika terhimpit maunya diatas. Tak bisa dihindari posisi terkurung dan terhimpit bisa dialami oleh sebagian anak manusia. Terkurung dalam kondidi apapum atau terhimpit masalah ekonomi siapa yang tidak mengalami.
Hebatnya lagi filosofi menganjurkan kalau anda sedang terkurung usahakan ada di luar. Â Nah bagaimana pula ini. Â Seyogyanya seseorang itu apabila dalam posisi terkurung pastilah dia ada dibalik jeruji besi. Â Demikain pula dengan terhimpit, pastilah ada di posisi di bawah . Â tertekan oleh himpitan benda lain. Â Namun kalau dia berada di atas bukan terhimpit namanya.
 Manusia berkendak Allah Swt men takdir kan. Sore kemaren awak (terpaksa ?) berbuka puasa di warung pinggir jalan sambil berdiri kehujanan. Awak tak berdaya dalam situasi hujan lebat luar biasa sehingga terpaksa berteduh disana. Sembari memandang menara Masjid Jami An Nur dari seberang jalan awak tak mampu menembus hujan deras. 10 menit di dera air langit baju dan celana basah sebagian berhubung tempat berteduh sangat sempit untuk 3 orang musafir nan terkurung hujan.
Apa makna dari peristiwa ini ?. Keterbatasan manusia atas segala kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika kehujanan awak merenung alangkah lemahnya diri ini tak kuasa melawan situasi alam. Padahal sebelum berangkat dari rumah sudah direncanakan nanti berbuka puasa beserta anak istri di kediamaan. Perhitungan waktu 4 jam untuk menyelesaikan pekerjaan memang tercapai namun ketika melangkah menuju pulang tiba tiba saja turun hujan.
Awak mulai paham apa yang tertulis di kitab Lauh Mahfuzd. " Thamrin bin Dahlan Ahad 7 Ramadhan 1437 Hijriah berbuka puasa bersama tukang tambal ban dan seorang tukang ojek di warung pinggir jalan raya bogor berseberangan dengan Masjid Jami An Nur di tengah derasnya hujan"
Pada dasarnya manusia itu setiap saat membuka lembaran lembaran kitabnya masing masing. Kitab itu belum bisa dibaca sampai terjadinya satu peristiwa yang menyangkut dirinya beserta keluarga  orang lain dan lingkungan alam semesta yang menyertainya.
Bukankah ketika janin di tiupkan Roh pada usia 120 hari dalam kandungan rahim Ibunda telah di tetapan nasib manusia. Takdir menyangkut kepastian tentang jodoh, rezeki, maut. Semua sudah final kini bagaimana anak manusia menyikapi dan menjalankannya dan menerima takdir tersebut dengan tetap berpedoman kepada Iman dan Taqwa berdasarkan Al Qur'an dan Hadist Shoheh Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Point yang ingin awak sampaikan disini adalah bagaimana cara meningkatkan kemampuan kita untuk menerima apapun situasi kondisi parubahan alam nan terduga . Â Semua itu bisa dilakukan apabila mampu menyikapi dengan cara mengembalikan semua yang telah terjadi kepada kitab nan telah tertulis tentang semua kejadian di alam semesta ini . Dialah kitab Allah Swt : Lauh Mahfuzd.
Salamsalaman