Â
Menguji Toleransi
Catatan Thamrin Dahlan
Keberagaman adalah suatu keniscayaan. Dalam pergaulan hidup sehari hari manusia menghadapi situasi perbedaan. Perbedaan suku agama ras dan antar golongan (sara) merupakan bunga kehidupan.
Bijak menyikapi perbedaan mungkin lebih baik dimulai dari pemahaman makna kesejatian takdir. Artinya manusia dilahirkan tidak bisa memilih. Kondisi inilah yang wajib diterima pada diri sendiri kemudian melihat orang lain.
Thamrin Dahlan lahir di Tempino Jambi dari seorang Ibu Minangkabau Ayah Bengkulu. Agama Islam rajin mengaji di surau bersama anak desa asal Jawa. Ketika di Sekolah Rakyat berteman dengan Acong Budha  dan Jodie beragama Nasrani.
Laiknya anak kecil kami bersahabat akrab. Bergelut mandi di kolam Pak Kasim. Terkadang nakal memanjat pohon mangga milik Wak Haji Hasan. Demikian indahnya masa kanak kanak seperti yang masih kita saksikan saat ini di kota kota besar.
Belum paham apa  itu kosakata toleransi. Kaum tetua desa juga erat bersahabat gotong royong dalam semua perayaan baik keagamaan maupun peringatan hari besar nasional.
Anda sudah tahu kemana arah tulisan ini. Toleransi dimaknai sederhana ketika seseorang BERSEDIA Â menerima orang lain apa adanya. Bukan ada apanya. Itulah takdir kita masing masing atas kuasa Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kalaupun di era kemajuan ini masih ada pertikaian maka anda sudah tahu penyebabnya dan juga obatnya.
Mari menguji rasa toleransi diri masing masing apakah berada di level Fanatik atau level Pancasila.
Dan akhirnya para provator hobby mengadu domba lelah kemudian punah.
Salamsalaman Pancasila
BHP 29 Desember 2022
YPTD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H