dokumentasi pribadi
 Selasa 19 November 2019 saya menghabiskan seperempat hari di kawasan Margonda Depok. Wilayah ini tidak asing lagi karena memiliki kenangan tersendiri dalam sepotong perjalanan hidup.Â
Tahun 1988 - 1990 bolak balik dari kediaman di Komseko Pasarebo ke Kampus Universitas Indonesia. Kuliah 4 semester di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dalam suasana sunyi.Â
Belum begitu ramai maksudnya kendaraan lalu lalang sementara bis kuning tetap setia mengantar mahasiswa. Perkembangan jumlah penduduk diikuti usaha dagang sangat pesat di wilayah ini.Â
UI tidak sendiri lagi, banyak perguruan tinggi membangun kampus baru terutama Universitas Gundarma. Saya kembali beraktivitas di Margonda dalam kapasitas Dosen dari tahun 2011 sampai 2017.
 Selain itu bersama istri berkunjung lagi ke Depok ketika menghadiri wisuda 2 putra dan 1 putri di UI secara bergilir.Â
Depok sudah menjadi kota satelit sesuai teori centripugal dimana ketika banyak orang berkumpul ( mahasiswa) maka ekonomi didaerah itu hidup. Depok yang dulu terkenal sebagai wilayah Betawi pinggiran juga dihuni Belanda Ketinggalan kini berubah drastis.Â
Resiko macet sudah pasti, keamanan sedikit terganggu serta hiruk pikuk Mal, apartemen dan restoran seperti berlomba menggaet pengunjung.Â
Nah mengapa lagi saya kerap hadir di Margonda ber jam jam. Apa urusannya kata pejabat tinggi ? Siap Boss ana mencetak buku disini. Paling tidak dalam sebulan 2 kali datang di Buring Digital Print.Â
Alhamdulillah dengan berdirinya Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) maka proses menerbitkan buku menjadi lebih mudah dan tidak memakan waktu berbulan bulan. ISBN, editing buku dan cetak bisa dilakukan secara mandiri tidak terikat dan  ketergantungan pihak lain.Â