Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kekuatan Jari Telunjuk Tidak Berpengaruh Lagi

12 Juni 2019   09:31 Diperbarui: 12 Juni 2019   19:34 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita mulai artikel ini dengan Tausyah Ustazd Abdul Somad (UAS). Tausyah berkaitan dengan jari jemari terutama jari telunjuk.  UAS mengibaratkan jari telunjuk seorang pejabat negara yang memiliki kewenangan sebagai simbol perintah.  Jari telunjuk itu sangat berpengaruh, anak buah tak ada pilihan lain, wajib hukumnya mematuhi perintah atasan.  Rakyat pun bisa juga merasakan kekuatan si jari telunjuk ketika berkaitan dengan pelayanan publik.

Demikianlah hebatnya peranan  sang jari telunjuk. Kemana saja pejabat tersebut pergi beliau bisa perintah sana perintah sini sesuai dengan kewenangan yang melekat pada jabatan. 

Malah sekarang jari telunjuk itu bisa di perpanjang dalam artian diganti tongkat komando. Lihat saja komandan menggunakan tongkat komando menunjuk sana sini yang bermakna perintah. Pejabat sangat berpengaruh maka kekuasaan itu memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan. Paling tidak melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Ternyata peran jari telunjuk tidak abadi adanya. Setiap pejabat ada masanya setiap masa ada orangnya.   Nah ketika jabatan ditanggalkan karena pensiun misalnya maka jari telunjuk sang tuan tidak berperan lagi. 

Telunjuk dengan sendirinya melemah karena tak ada lagi kekuasaan memerintah.  Itulah sebabnya UAS selalu mengingatkan kepada para pegawai yang sedang menjabat agar menggunakan pengaruh untuk kebaikan atau tepatnya untuk kemaslahatan umat.

Saya sudah merasakan masa pensiun 9 tahun lalu. Jari telunjuk ini tak ada gunanya lagi di kantor lama. Mana pula awak berani perintah orang lain dan siapa pula yang mau diperintah orang yang tidak jelas jabatan.  Inilah perubahan yang harus diterima apa adanya agar tak terserang penyakit post power syndrom.  Alhamdulillah berkat jauh jauh hari telah mempersiapkan mental untuk menerima  pangkat purnawirawan InshaAllah survive.

Sekarang setelah tak punya kewenangan apakah bermakna kehidupan selesai.  Tentu tidak, walaupun jari telunjuk tidak berperan lagi tetapi awak masih punya pena. Itulah penakawan, penasaran dan penasehat yang dijadikan motto dalam kehidupan baru sebagai seorang jurnalis.  

Melalui kegiatan menulis seorang jurnalis bisa meneruskan kepedulian kepada masyarakat.  Sesungguhnya seorang penulis memilki 2 sayap, dia bisa terbang tinggi melalang buana membawa dan menyampaikan berita. Ketika menerima berita maka informasi itu  bukan untuk dirinya sendiri namun melalui tulisan berita itu sampai juga ke pembaca khalayak ramai.

dok.istimewa
dok.istimewa
Kepedulian ? Ya iyalah, Sebagai warga negara tentu setiap orang memiliki tanggung jawab moral.  Sikap peduli terhadap  apa yang terjadi dilingkungan dan berupaya berperan menjadi bagian dari menyelesaikan persoalan  berkembang.  Tentu saja disesuaikan dengan kemampuan bersebab jari telunjuk tak berpengaruh lagi.  

Hanya saja penyelesaian beberapa masalah terutama persoalan peredaran  narkoba tidak banyak yang bisa dilakukan selain memberikan informasi. Masalah narkoba tetap menjadi kewenangan aparat dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN).  Sebagai mantan pegawai BNN tak pelak kami sering dimintakan bantuan masyarakat untuk memecahkan persoalan pelik peredaran narkoba.

Alhamdulillah melalui tulisan tulisan bentuk kepedulian itu bisa menampakkan hasil cukup memuaskan. Terlebih ketika Deputy Pencegahan BNN kerap mengadakan kerja sama dengan Penulis Kompasiana maka distribusi  informasi Pencegahan Narkoba semakin banyak menyebar untuk masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun