[caption id="attachment_361658" align="aligncenter" width="640" caption="Tidak ada lagi Bir [dokumen TD"]]"]"][/caption]Minggu 19 April 2015 Pukul 16.00 saya mampir ke salah satu Mart di kawasan Kampong Tengah Jakarta Timur. Â Ada kebutuhan yang perlu di beli di toko super ada tersebut. Â Belanja minuman susu kedelai dan permen pesanan anak. Â Ketika melihat lihat ke peti es di sana saya tidak melihat lagi pajangan minuman keras seperti Bir dan sejenisnya.
Beberapa bulan lalu saya  melihat melihat di beberapa Mart masih menjajakan minuman keras.  Minuman tersebut diletakkan dalam kulkas berjejer sesuai dengan jenisnya. Ada Bir, adapula Bir Hitam serta beberapa jenis minuman keras lainnya dalam satu lemari es.
Seperti kita ketahui Mart yang semakin marak jumlahnya mengepung  kota kota besar sebagai pusat layanan publik di kunjungi oleh warga dalam segala umur.  Siapapun bebas berbelanja, apakah dia itu orang dewasa ataupun anak anak dibawah umur.  komsumen bebas memilih barang dagangan asalkan di mempunyai uang.  Tidak ada larangan g ketika seorang anak remaja membeli minuman keras.  Penjaja Mart hanya tersenyum renyah, tidak peduli yang penting dagangan laris manis.
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM) sekaligus Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, mengatakan pihaknya tidak akan melakukan penarikan paksa atas minuman keras yang masih ditemui di minimarket hari Kamis (16/4) ini. Â Menyusul pemberlakuan larangan penjualan minuman keras oleh Kemendag terhitung hari ini. Mereka akan memantau ada atau tidaknya minuman beralkohol di minimarket untuk kemudian memotretnya dan melaporkan ke kantor pusat GeNAM. "Laporan akan dikumpulkan sore ini dan dikirim ke Kemendag," Â fahira-idris-relawan-tak-razia-bir-hanya-pantau-minimarket
Syukurlah pemerintah melalui Kementrian Perdagangan  telah mengeluarkan keputusan tepat terkait minuman keras di sentra publik.  Paling tidak kebijakan Kemendag ini bisa menurunkan sedikit alat pemicu kejahatan.  Seperti diketahui para kriminal sebelum melakukan tindak kejahatan  biasanya menegak minum keras terlebih dahulu.  Dalam posisi setengah mabok itu, keberanian atau lebih tepat aksi nekad  membuat mereka merasa enteng atau gampang  melakukan tindakan kekerasan.
Nah dengan tidak tersedianya lagi minuman keras di toko toko kelontong atau mart itu diharapkan bisa mengurangi kesempatan berbuat tindak pidana. Â Bukankah rumus kuno Criminal itu terdiri dari pertautan antara Niat dan Kesempatan (C= N+K). Â Walaupun ada niat jahat ingin berbuat pelanggran hukum namun apabila kesempatan itu tidak ada maka kriminal tidak terjadi. Â Inilah salah satu tugas suci Pemerintah untuk menghilangkan faktor kesempatan itu .
Pemerintah Daerah (Pemda) dengan segala kewenangan  wajib melindungi warga terhadap dengan segala tindak kejahatan.  Warga ingin hidup tenang, aman dan nyaman di lingkungan masing masing.  Apabila masih ada Pemda yang berkilah bahwa kehilangan pajak minuman keras itu bisa mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka bisa dipastikan Kepala Daerah tersebut tidak cinta kepada kedamaian.  Apabila Gubernur lebih memilih menaikkan PAD Miras yang berakibat  carut marut keamanan dan ketertiban di daerah, mari kita periksa hati nurani Pak Boss.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H