Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama. Apabila penggunaan narkotika dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Secara hukum pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika. Ketergantungan pada narkotika yang dialami pecandu baik secara fisik maupun psikis.
Pada masa lalu para pecandu dipandang sebagai pelaku kriminal, mereka merasa takut ditangkap aparat hukum. Akibatnya alih alih mereka akan sembuh dalam arti mendapatkan rehabilitasi, justru anak anak muda pecandu ini semakin terpuruk sehingga mengakibatkan angka kematian generasi muda ini mencapai 40 orang meninggal sia sia setiap hari.
Perubahan yang mendasar dari Undang Undang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997 ke Undang Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 adalah cara pandang negara terhadap pecandu narkotika. UU yag lama memandang pecandu narkotika sebagai pelaku kriminal, namun di UU Narkotika yang baru, pecandu dinyatakan sebagai korban. Berdasarkan paradigma baru ini maka pecandu narkotika wajib di rehabilitasi.
Diharapkan dengan paradigma baru, para pecandu dapat diselamatkan dari dampak buruk narkoba melalui rehabilitasi. Guna menindak lanjuti program rehabilitasi bagi para pecandu, komitment negara dalam menyelamatkan anak bangsa ini dituangkan pula dalam UU Narkotika Nomor 35 pasal 55
Pernyataan tegas akan paradigma baru Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap pecandu tercantum dalam Pasal 54 UU Narkotika Nomor 35 tahun 2009 sebagai berikut.
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial :
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Pada ayat 2 dinyatakan apabila pecandu sudah cukup umur maka dia wajib melaporkan diri untuk mendapatkan rehabilitasi.
Berdasarkan data dari BNN, dari jumlah penyalahguna narkoba yang mencapai angka 3,8 juta jiwa pada tahun 2010 lalu, hanya 18 ribu di antaranya yang baru menjalani terapi rehabilitasi. Untuk itu diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun 2011 Tentang Wajib Lapor Bagi Penyalahguna Narkoba. PP ini merupakan wujud komitmen negara untuk mengakomodir hak pecandu dalam mendapatkan layanan terapi dan rehabililtasi.
Denga perubahan paradigma para penyalahguna tidak perlu khawatir untuk melaporkan dirinya ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang telah ditunjuk pemerintah, karena dengan payung hukum PP No.25 Tahun 2011 ini, para penyalahguna tidak akan dijebloskan ke dalam penjara jika terbukti hanya menyalahgunakan narkoba, namun justru akan mendapatkan layanan rehabilitasi.
Pemerintah menyediakan fasilitas rehabilitasi yang didukung oleh APBN di Unit Terapi dan Rehabilitasi BNN di Lido Sukabumi. UPT ini mampu menampung 500 orang residen dengan pelayanan rehabilitasi medis da rehabilitasi sosial. Dalam rencana strategis kedepan BNN akan menambah fasilitas rehabilitasi ini dengan membangun pusat pusat rehabilitasi di beberapa kota besar. Dengan demikian cakupan pelayanan rehabilitasi semakin meningkat daya tampungnya dengan harapan semakin banyak para pecandu dapat dipulihkan dan selanjutnya bisa produktif sebagaimana warga negara lainnya.
Ayo selamatkan saudara kita dari penyalahgunaan narkoba
*******
Salam salaman
PenasehatpenakawanpenasaraN
[TD]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H