Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Tukang Cukur Itu Berpeluang Besar Menjadi Kapolri

5 Februari 2015   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:47 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_395105" align="aligncenter" width="600" caption="Anang Iskandar/Kompas.com"][/caption] Rekam Jejak Calon Kapolri Ditengah hiruk pikuk politik nasional yang ditengarai oleh kisruh KPK vs Polri maka semakin jelas terlihat terang benderang bahwa profesional pemangku jabatan publik semakin dipertaruhkan.  Pemangku jabatan  publik seperti Kapolri dan Ketua KPK adalah jabatan strategis karena menyangkut bidang hukum. Hukum bukan barang mainan yang seenaknya dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum.  Malpraktek dalam bidang hukum bukan saja berdampak pada rontoknya kredibilitas Institusi Penegak Hukum akan tetapi lebih jauh berdampak pada harga diri suatu bangsa terutama pada masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Penghormatan dan pemuliaan suatu bangsa dinilai oleh negara lain  pada aspek situasi dan konndisi keamanan dan ketertiban suatu kawasan . Inilah patokan utama bagi dunia sebelum berkunjung ke suatu negara.  Berkunjung dalam makna yang lebih luas pada investasi dan pariwisata.  Tingkat kenyamanan  itulah harga yang paling dipertimbangkan   seiring memikirkan  kesejahteraan sosial.  Bukankah sering didengungkan bahwa lancarnya pembangunan nasional sangat ditopang oleh keamanan dan keteetiban suatu negri. Nah boro boro Presiden mau melaksanakan pembangaun sosial, kisruh berkepanjangan KPK vs Polri masih saja dalam tenggang waktu.  Tolrensi rakyat sudah sampai titik nadir dan nyaris muak memyaksikan lakon oknum  mengejar jabatan  melalui segala macam cara atau bahkan dengan jalan tidak terhormat. Rekam jejak itu tidak  bisa dihapus tuan tuan.  Catatan sejarah abadi melekat di PPATK terkait dengan rekening bermasalah.  Kenapa masih berkutat membersihkan diri apabila saksi saksi yang tak kunjung muncul sebagai bukti nyata bahwa memang ada masalah korupsi. Baiklah. kini terpaksa kita memandang kedepan.  Pemilihan dan kemudian Penunjukan Kapolri harus benar benar dilakukan secara transrapan, akuntabel berdasarkan rekam jejak bersih serta tidak dalam tekanan siapapun. Inilah salah satu acuan utama yang patut di pedomani Kompolnas, DPR dan aklhirnya bermuara ke Presiden Jok Widodo. Dengan demikian  diharapkan  Presiden Joko Widodo tidak salah mengambil keputusan terkait Jabatan Kapolri.   Dampak positif dan negatif berada di moment penentuan siapa sosok bintang tiga yang akan didudukkan pada jabatan yang pernah di muliakan oleh Jendral Hugeng dan Jendral  Sutanto. Pada masa transisi atau krisis kepemimpinan ini diperlukan seorang Kapolri yang memiliki rekam jejak bersih dan perjalanan karier bebas dari cercaan publik.  Mencapai pangkat  bintang tiga bukan suatu hal yang mudah karena di tubuh organisasi Polri hanya ada 10 Komisaris Jendral  pada suatu periode .  Namun diantara jendral bintang tiga itu bisa dipilih dan dipilah siapa diantara mereka yang mempunyai garis tangan menjadi Jendral bintang empat  untuk memangku amanah jabatan Kapolri. Keluarga Sederhana

AE9W7197
AE9W7197
Pada kesempatan ini mari kita lihat sosok Anang Iskandar. Saat ini Komisaris Jendral Anang Iskandar menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional. Anang anak seorang tukang cukur.  Ketika duduk dibangku sekolah menengah Anang  dilatih ole Ayahnya  menjadi tukang cukur.  Berangkat dari keluarga sederhana, moral dan mental Anang telah dibentuk oleh alam. Keterkejutan Anang ketika dia dinyatakan lulus pada seleksi masuk Akademi Kepolisian, karena dalam benak masyarakat selama ini Sekolah Perwira Polri itu hanyalah untuk anak para pembesar saja.

Izinkan saya cuplik tulisan Bapak Anang Iskandar seperti yang tertera di Blok

Perkenalkan saya Anang Iskandar lahir di Mojokerto, pada tanggal 18 Mei 1958 tepatnya di Jl. Empu Nala No. 351, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Kota, Mojokerto. Ibu saya bernama Raunah, Asli Mojokerto tidak sekolah sehingga tidak dapat membaca. Beliau membimbing saya, dan saudara – saudara saya dengan menggunakan bahasa jawa, dengan tradisi budaya religius jawa kuno yang cenderung mengajarkan tradisi – tradisi leluhur, tanpa mengajarkan latar belakang maupun tujuannya. Sedangkan Ayah saya bernama Suyitno Kamari Jaya seorang tukang cukur dahulu di Jl. Residen Padmudji, didepan losmen Merdeka Mojokerto, selama hidupnya berprofesi sebagai tukang potong rambut sampai ahirnya meninggal dunia tahun 1983, ketika anak saya yang pertama masih dalam kandungan. Saya mewarisi darah seni dari ayah sebagai tukang potong rambut. Ketika saya kelas 4 SD sudah mulai dikenalkan alat – alat potong rambut dan pertama kali saya mencukur, saya lupa persisnya berapa, tetapi yang saya ingat ketika itu bapak saya memperbaiki kamar mandi di rumah, saya dan teman saya yang bernama Tukiman Pedet ikut membantu. Setelah selesai memperbaiki kamar mandi teman saya dihadiahi cukur rambut, tetapi bapak saya meminta yang memotong rambut teman saya tersebut saya. Mulai saat itulah saya gandrung mempelajari seni potong rambut.

Anda bisa  membaca secara tuntas perjalanan hidup Anang Iskandar  disini

Tidak usyahlah saya menuliskan panjang lebar tentang sosok Bapak Anang Iskandar disini. Point yang ingin saya sampaikan pada masa transisi ini diperlukan sorang Kapolri yang memiliki rekam jejak bersih dan memang berniat baik  membangun Polri seperti yang telah dilakukan sejak dilantik sebagai perwira muda.

Rekomendasi Sahabat

Menurut pakar jurnalis, apabila anda menulis tentang sosok seorang jangan menulis di atas awan.  Anda harus mewawancarai sosok tersebut, kalau perlu anda harus terus bersama beliau selama 40 hari .  Artinya tulisan itu akan lebih objektif sehingga  pembaca akan mengetahui bagaimana  hidup dan kehidupan sosok itu dalam kondisi yang sebenarnya tanpa ditambah tambah atau bahkan di tutup tutupi.

Rekomendasi sahabat demikianlah hendaknya.  Saya yakin rekomendasi saya seiring dan sejalan serta sepaham dengan teman di kampong halaman, dan sahabat sesama sekolah Pak Anang serta sejawat ketika berkarier di Polri maupun di BNN.  Orang baik di gandang gadangkan oleh orang baik bahkan di doakan.  Sebagai sesama penulis saya acap bertukar buku dengan beliau dan dalam kepasitas penulis bersama dengan sobat blogger kami membantu mensosialisasikan program BNN di media sosial.

Saya mengenal secara pribadi Pak Anang ketika bersama bertugas di BNN.  Beliau menjabat sebagai Kapuscegah sedangkan saya di posisi Ka Satgas Penjangkauan dan Pendampingan.   Dalam kurun waktu lebih 2 tahun, kami  bersama mensosialisaikan bahwa korban pengguna narkoba wajib di rehabilitasi sesuai dengan amant UU Narkotika nomor 35.   Dalam suaasana kerja yang nyaman tampak sekali kemampuan publik speaking dan kemampuan komunikasi publik Pak Anang yang sangat menonjol.  Wajar saja dalam perjalanan karier selain sebagai pimpinan wilayah Pak Anang sangat gemar melakaukan out bound dalam kapasitasnya sebagai pendidik dan pembina yang piawai.

Masa Transisi Polri

Tidak banyak Anggota Polri yang mampu menggabungkan antara kemampuan memimpin (berbicara atau memberi arahan kepada anak buah)  dengan kemampuan menulis.  Kemampuan mendeskripsikan akal pikiran dan ide ide dalam bentuk tulisan dan kemudian di rangkum menjadi buku adalah suatu keabadian.  Sejatinya durasi kepeminpinan dimasa tugas sangat terbatas sedangkan peninggalan arahan komando yang tercantum dalam buku berupa pengalaman adalah abadi adanya.  Anang Iskandar mampu menggabungkan antara speaker and writer, inilah ciri intelektual sejati.

Pak Anang adalah seorang penulis aktif baik di blog pribadi https://anangiskandar.wordpress.com/dalam rangkuman tulisan telah diterbitkan dalam 6 buku berikut ini :

    1. Surabaya Kinclong
    2. Outboud Polwiltabes Surabaya Menuju Budaya Baru (ed)
    3. Paradigma baru pencegahan Narkoba
    4. Dari kampung untuk Indonesia
    5. Perjalanan menuju Indonesia bebas narkoba (ed)
    6. Catatan Kapolda Jambi ; POLISI DITANTANG KRINGETAN

Pada kondisi transisi kepemimpinan ini, Polri membutuhkan sosok seperti Pak Hugeng dan Pak Sutanto.  Kapolri  merupakan simbol penegakan hukum yang tegas namun tetap dalam koridor Bhayangkara sejati dimana sikap pengayom, pelayan dan pelindung  selalu mewarnai dalam setiap pelaksanaan tugas.  Rakyat merindukan Polri yang bekerja secarta prosfesional dan proposional.  Polri yang mengabdi semata untuk negara, Polri yang tidak terkontaminasi oleh gerakan politik praktis.

Bapak Presiden Joko Widodo mempunyai hak preogratif dalam menunjuk Kapolri baru.  Inilah saatnya membenahi masalah hukum di Indonesia dengan menempatkan sosok yang di yakini dapat melaksanalan tugas tersebut secara profesional.   Sekali lagi rekam jejak seorang calon Kapolri hendaknya di telisik dengan benar oleh Kompolnas dan DPR jangan sampai karena kepentingan politik dan kepentingan sesaat masalah penegakan hukum di Indonesia di korbankan.

Salam salaman

TD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun