Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tolonglah, Jangan Mainkan Beras

26 Februari 2015   02:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14248654201839721841

[caption id="attachment_352988" align="aligncenter" width="560" caption="Jangan Mainkan Beras (media.com)"][/caption]

Zaman berlalu.  Tahun 1945 Indonesia Merdeka.  Pemerintahan bergonta ganti. Sampai kini 70 tahun merdeka sebagian besar rakyat Indonesia tetap makan nasi. Sebagian kecil lagi sodara kita di Indonesia Timur menanak sagu sebagai makanan pokok. Ya nasi itu adalah makanan pokok sebagai bahan olahan dari beras.  Beras adalah sumber tenaga. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam setiap butir beras adalah sumber kekuatan rakyat.

Seyogyanya beras merupakan lambang kemakmuran satu keluarga.  Saya masih ingat ketika masih kecil di kelaurga kami selalu tersedia beras satu karung. Persediaan beras satu karung dibeli pada awal bulan bukan karena keluarga kami termasuk kaya raya, namun seluruh keluarga di kampong memang selalu menyediakan beras di rumah dalam ukuran untuk makan sebulan.  Pasalnya harga beras di masa itu sangat murah, bahkan murah sekali sehingga rakyat berani ( mampu) membeli beras dalam jumlah yang cukup banyak. Ada beras di rumah ada rasa aman dan nyaman.

Nanum sekarang sekali lagi setelah 70 tahun merdeka beras membuat masalah.  Maksud saya bukan beras an sich yang membuat masalah justru para stake holders  yang terkait beras mulai dari petani, pedagang, pak menteri sampai ke Pak  Presiden terkena masalah beras. Entah dosa apa negeri ini.  Tidak pernah rakyat dikejutkan oleh kenaikan nharga beras yang mencapai 30 persen.  Rakyat sudah terbiasa dengan kenaikan harga cabe, harga kebutuhan pokok lainnya, namun lonjakan harga beras baru kali ini benar benar telah menyentuh sendi sendi kehidupan rakyat.

Budaya makan rakyat Indonesia memang unik.  Walaupun dia sudah makan segala macam kuliner, namun apabila hari itu belum menyuap nasi maka dia selalu berkata bahwa beliau belum makan.  Itulah kehebatan moral makhluk yang bernama nasi. Walaupun warga negara Indonesia bermukimm di benua lain, selalu saja dia tidak bisa merubah pola makannya.  ya nasi nasi nasi. Masih ingatkah pesan nenek moyang, betapa kita diajarkan agar menghormati nasi.  Nenek selalu berpesan jangan sampai sebutir nasi  tertinggal di piringmu. Bersihkan pingganmu makan semua nasi kalau tidak  Dewa Sri pasti akan marah.

Tuan Presiden, anda pasti sudah tahu bahwa beras adalah tenaga.  Tiada  beras tiada tenaga, tiada tenaga bagaimana bisa bekerja.  Apabila tidak bekerja bagaimana mau mengurus keluarga.   Rakyat menjerit menyaksikan harga beras melonjak begitu tinggi. Terkadang saya trenyuh menyaksikan di pasar tradisionil ibu ibu membeli beras hanya untuk menanak nasi guna keperluan keluarga untuk sekali makan.  Beras itu di beli hanya satu leter, di bungkus dengan plastik kemudian dimasak seadanya.  Tidak ada lagi cerita di rumah tangga terdapat persediaan beras berkarung karung. Rakyat semakin terpuruk, kemampuan membeli beras pun   hanya untuk sekali makan saja. Sedih.

Point awak pada tulisan kali ini sederhana saja Pak Presiden, itupun seandainya berita ini sampai di Istana Bogor.  Jangan sekali kali mengabaikan perut rakyat.  jangan sekali kali membiarkan oknum  bermain main dengan beras. Sejatinya beras adalah hajat rakyat yang selalu melekat dalam hidup dan kehidupan.

Oleh karena itu, cukup sekali ini saja terjadi kenaikan harga beras.  Jangan sampai terulang lagi.  Okelah operasi pasar telah dilakukan namun kebijakan pondamental terkait persediaan beras harus benar benar membuat rakyat merasa tenang. Swasembada beras seperti yang Tuan cita citakan masih memerlukan waktu sedangkan perut kosong tak bernasi tidak bisa menanati swasembada.  Kita berharap rakyat memiliki persediaan beras di kediaman bukan sekedar untuk satu kali makan, namun bisakah Tuan Presiden mengkondisikan di setiap kelaurga terdapat stock satu karung beras.

Salam salaman

TD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun