Cerita Minggu Pagi 23:
UNTUK sebuah cinta, Te bersedia melakukan apa saja pun. Termasuk berguling-guling seperti bantal guling. Dipeluk, ditindih dan diciumi.
“Begitu nistanya kamu, Nar,” sindir Son.
“Kamu belum pernah ketemu dengan cewek yang satu ini sih. Body nggitar, suara seperti angin danau… lembut dan rambut panjang bak nyiur melambai.”
Son hanya geleng-geleng kepala. Te memang kelas lelaki romantil: romantik dan sentimentil. Kerap keluar kata-kata nan tak terjangkau pikirannya. Mendayu-dayu dan bisa melenakan siapa saja. Termasuk dirinya sendiri.
“Yo, wis. Selamat berjuang, Te.”
“Jangan cuma gitu lah, sebagai temen….”
“Maksudmu?”
Te menggesek-gesekkan jari tengah dengan jempolnya. Dan Son hanya bisa menggeleng-geleng sekaligus mengangguk-anggukkan kepala. Mirip boneka anjing yang kerap ditaruh di mobil, dekat stir.
“Bermodallah, Te.”
Te tertawa. “Kamu memang sahabat terbaik yang kupunya.”