Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Recehan Politikus

21 September 2016   06:12 Diperbarui: 21 September 2016   07:17 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh tak paham saya, perihal seratus juta rupiah uang yang diterima “keluarga Irman Gusman” itu sebagai sogokan, dan dianggap recehan. Sejumlah itulah yang dijadikan barang bukti KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua DPD dua kali periode.

Mungkin benar. Jumlah seratus juta itu recehan dibandingkan dengan kekayaan yang ditengarai mencapai lima puluh milyar. Alangkah tak sebandingnya: seorang pejabat tinggi Negara, bahkan nama DPD sudah dicantumkan dan diterakan di uang kertas yang pernah Irman Gusman tunjukkan kepada kami para Kompasianer dalam sebuah acara Nangkring di Hotel Santika, Jakarta. Sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara lainnya.

Namun jelas, kasusnya kemudian. Siapa yang membawa uang 100 juta itu. Tujuannya jelas. Dan mungkin – amat sangat – uang seratus juta itu bukan pelancar pengusaha itu menyuap. Kecil amat! Amat kecil untuk wilayah suap-menyuap atawa korupsidi wilayah negeri ini. Karena ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta saja yang kena OTT sebesar dua milyar. Belum yang lain-lain, yang kemudian diungkap KPK. Samalah dengan Irman Gusman.

Ada beberapa orang yang kebetulan saya kenal (dari jarak jauh) yang kemudian menjadi pesakitandari KPK. Saya tak paham, sungguh. Kenapa orang-orang, sebutlah IG, yang begitu mempesona dalam sebuah acara Nangkring di Kompasiana ikut-ikut main recehan? Apakah ia sama dengan politikus yang wajahnya lebih nyebelin – bahkan sebelum menjadi pesaitan KPK – begitu yakinnya dirinya orang bersih dari permainan recehan? Tak seperti IG yang begitu indah penampilannya. Plus kata-katanya, tentu. Begitu enak untuk dijadikan panutan sebagai ketua lembaga tinggi Negara. Belum lagi dari buku yang saya dapat, penggambaran profil Ketua DPD ini. Pendeknya rekam jejak-nya OK punya. Kalau tidak, dua tak kali menjadi Ketua DPD.

Runtuh sudah kepercayaan warga negeri ini. Ketika DPD atau lembaga para senator negeri ini diharapkan bersih tak seperti DPR, misalnya, ternyata Ketuanya main recehan. Dagang Pengaruh? Apalagi istilah itu. Jika seorang ketua Lembaga Tinggi Negara main recehan, ya sama sajalah! Mentalnya maling-maling juga. Mental kroco.

Menjadi pemandangan menarik karena kok ada gubernur seperti mandor mengawasi kuli-kuli bekerja di proyek kotor? Ketika ia ditanyai mengapa mau berjorok-jorok seperti itu, ia menjawab, “Kalau saya tinggal nanti mereka berhenti bekerja.” (Budiarto Shambazy, KOMPAS Sabtu, 17/9).

Cuplikan “Kolom Politik” itu adalah cara blusukan Jokowi ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta saat Tanggul Kanal Barat Sungai Ciliwung jebol. Cukup menggambarkan. Betapa memang mental orang-orang kecil pun memprihatinkan, itu sebab perlu direvolusi mentalnya ketika lelaki dari Solo ini menjadi RI-1? Sehingga pembangunan negeri ini masih sengkarut, masih mewarisi mental-mental rendahan masa lalu yang masih menguntit.

Mental kita mental recehan sudah selama ini. Warisan siapa? Enakjamanmuto? Kata Pak Harto dalam stiker-stiker di angkot atau truk-truk besar. Ya, enak zaman sampeyan, tapi semu. Ndak enak bagi yang orang kebanyakan. Karena anak-anak sampeyan yang tetap kaya, dan soal korupsi tak pernah tersentuh. Sehingga pengacara hebat – yang ikut membela Suharto – kemudian tersentuh KPK: masuk hotel prodeo juga. OC Kaligis.

Kita sedang memasuki zaman kalabendhu? Zaman edan? Entahlah. Yang jelas, kelas para pemimpin negeri ini masih banyak yang bermental recehan. Kalau mereka belum tersentuh, karena “bergja-bergjane awak”, masih slamet. Masih belum kepleset! ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun