HARI masih pagi. Setelah memarkir motor Kawasaki Ninja Hijau Nopol A 4830 PU, Jabrik (42) berdagang sebagaimana biasanya di Pasar Babakan Cikokol, Kota Tangerang. Pada sekitar pukul 09. 00, pedagang sayur itu mendengar rebut-ribut. Ternyata sepeda motor yang digunakan untuk berdagang itu akan dicuri.
“Maling …maliiing!” teriak beberapa orang, karena teman Jabrik yang mengetahui aksi pencurian itu.
Rupanya aksi Udin, lelaki bertato batik di kedua lengannya itu harus sampai di situ. Aksi massa tak terhindarkan. Ya, ini disebabkan Selasa pagi (2/9) itu pencurian terjadi di pasar tradisional. Dan Udin alias Badit (35 tahun) dikeroyok pedagang dan massa di sekitar pasar, dihabisi …mati!
“Pelaku diduga berencana membawa kabur sepeda motor curian dahulu,” ungkap Kanitserse Kriminal Kepolisian Sektor Tangerang Kota Inspektur Satu Sutopo.
Dua hari kemudian, di Koran Sindo, terbaca: Dua Pencuri Tewas Dihajar Massa. Lagi-lagi, perihal pencurian sepeda motor. Kali ini aksinya di Gunung Putri, Bogor. Yang hebat, pencuri sempat mengacungkan senjata api abal-abal, maksudnya senjata rakitan segala. Meski kalah dengan Polisi yang punya senjata beneran, terpaksa menembaknya. “Warga sekitar yang mengetahui pelaku pencuri sepeda motor yang ditembak langsung ikut menangkap dan menghakiminya,” urai Kapolsek Gunung Putri Kompol Edwin Affandi.
Maka ada dua hal tersebutkan di situ: pelaku pencurian, dan penegak hukum yang bagai dinafikan. Oleh siapa? Massa yang sedang tidak percaya pada penanganan aparat keamanan? Di sini rumitnya mengurai.
Fenomena ini bukan di bulan September dan di Jabodetabek saja. Yang jelas, pencurian sepeda motor begitu seringnya terjadi. Sehingga kerap kita temukan poster, pamflet atau warning lainnya. “Harap dikunci ganda untuk menghindari pencurian sepeda motor,” adalah imbauan Polisi yang disebar.
Hukum jalanan (street justice) sedang berlaku? Ini dia yang menjadi pertanyaan bersama. Yang jelas, sepeda motor begitu menyebarnya – sebagai alat transportasi murah dan efektif. KOMPAS pernah melaporkan, tahun 2009-2010-2011 rata-rata pertahun sepeda motor terjual 7 juta unit. Sehingga tak pelak, di gunung-gunung pun sekarang sepeda motor menjadi pemandangan tersendiri. Apalagi di daerah pesisir. Maka, ini urusannya berkait dengan BBM, dan sempat membuat antrean panjang di berbagai wilayah. Bahkan menggiring Florence Sihombing (mahasiswi hukum UGM) hingga silap, dan telah sampai bertemu dengan Sri Sultan HB X, yang meminta warga Jogja memaafkannya.
Apakah pengeroyokan pencuri dan menewaskan itu berdiri sendiri? Jawabannya, tidak. Tentu saja berkelindan dengan keadaan sosial. Termasuk, bagaimana massa tak menahan geram bila melihat wakilnya bermobil Lamborgini di hari pelaktikan. Bagaimana hukuman Gubernur – bersama adiknya – merampok harta Negara dan uang rakyat dalam jumlah fantastis, cuma (akan) diganjar 4 tahun. Dan seterusnya.
Rakyat kadang punya cara tersendiri, bila terus-menerus menonton ketidakadilan terjadi. Rakyat tak sekadar dihibur. Bahwa dalam dua tahun 72 orang Polisi dipecat tidak hormat. Apalagi, yang dicatat dan diperika sampai 317 orang. Karena ada yang berbuat lebih dari pencuri motor naas di atas dalam tulisan ini, semisal menyelundupkan narkoba dan ada yang berbuat lebih dari itu. Rakyat kadang pesimis. Karena Profesor dari perguruan tinggi paling terkenal di negeri ini dan ahlinya mengingatkan Polri pun disemprit.
Apabila kita mendengar lagi, dan lagi pengadilan massa – hanya karena pencurian sepeda motor – jangan dilihat sekilasan saja. Karena sesungguhnya rakyat pun geram kepada banyak pihak, termasuk kepada koruptor. Coba koruptor itu dilepas dan tidak dilindungi aparat keamanan? Mati …! Ya, tak menutup kemungkinan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H