[caption caption="gambar: alltikusputih blogspot"]
[/caption]
Draf revisi UU KPK lemahkan KPK. Ditulis POJOK KOMPAS (Rabu, 3/2/2016) dengan ujung bawahnya ada nama Mang Usil, yang berkomentar balik, Baca: kuatkan koruptor.
Oleh karena itu, saya menulis dengan judul di atas. Sebuah pertanyaan untuk saya sendiri, dan saya jawab sendiri. Syukur-syukur ada yang mengikuti seperti saya walau baru tahap “tak kusukai”. Karena kuasa berikutnya, justru para legislator di Senayan yang berindikasi seperti usilan-nya Mang Usil.
Lalu, bagaimana dengan komentar Mang Usil? Untuk menguatkan koruptor? Saya membacanya: sebuah ledekan keras dan sarkas. Yang boleh jadi kerap dilakukan oleh mereka, legislator. Seperti indikasi yang sudah disinyalir selama ini. Plus fakta, semisal “terbaru” penangkapan anggota DPR perempuan di lingkungan kantornya. Klop!
Protes dari masyarakat tidak menyurutkan niat sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lead di halaman 5 KOMPAS di rubrik Politik dan Hukum dengan judulnya: Revisi UU KPK, Rancangan yang Terus Berubah. Ini sejalan dengan terlemparnya Johan Budi SP, calon komisioner KPK yang lebih baik tak menjadi Ketua KPK kalau ada revisi UU KPK. Terjadi.
Semangat para Wakil Rakyat kita untuk lemahkan KPK, sulit untuk saya terima dengan akal sehat. Kecuali mereka memang berkeinginan kuat pada para (calon) koruptor negeri ini masih tetap berada di jajaran tinggi Negara korup. Sebuah cap yang dianggap hanya main-main. Toh, kalau saya korupsi dan tertangkap itu karena apes. Tidak bisa bermain cantik menggangsir uang rakyat.
Pelemahan terhadap KPK serta menguatkan (calon) koruptor memang sebuah cita-cita “mereka”. Sebuah cita-cita mulia kalau mereka sampai punya pesawat pribadi dengan berjas serta berdasi dan bumi yang dirambah semua berkarpet merah. Jalan bak di atas awan. Sehingga tak mudah kalau ada panggilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mirip mantan Ketua Dewan yang beralasan dengan berbagai alasan. Sama sekali tak jantan, kalau merasa tak punya “salah” kenapa baru diproses pun selalu dielakkannya.
Itu yang tak kusukai dari draf revisi UU KPK. Sampai nanti menjelma menjadi sebuah UU yang lucu. Meloloskan para tikus, yang mungkin sebagian (besar) adalah politikus. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H