KutuBuku sudah mengikuti briefing di Kantor Kompasiana, sebelum hajatan Kompasianival 2015 di Gandaria City, 12-13 Desember. Ya, saya sendiri yang menghadirinya, karena Isson Khairul (penggerak KutuBuku) sedang pulang ke Padang, ayahnya meninggal. Persoalan-persoalan teknis untuk menempati booth, dijelaskan oleh Raja (admin Kompasiana) dan prinsip-prinsip tertentu dari Wardah Fajri (Wawa).
Saya yang sudah berulangkali ikut dan bahkan menyelenggarakan acara sejenis, prinsipnya “bisa” melewati persiapan dan hajatan itu. Namun bersamaan itu, sedang menggarap (calon) buku Kompasianer. Tepatnya tulisan-tulisan Taufik Uieks yang ada di Kompasiana sejak beberapa waktu lalu. Jadi, sebuah kesibukan tersendiri. Tajuknya: Mengembara ke Masjid-masjid di Pelosok Dunia.
Maria Margaretha, yang sudah terlibat dalam komunitas “nulis buku”, tahun lalu di Kompasianival 2014 di TMII menyatakan kesediaannya (menjaga booth) sejak berkomunikasi dengannya saat masih di Jambi. Singkatnya, sebuah “kerja” serba cepat dan kemengertian bersama. Ya, dalam menjalin dan merajut literasi di komunitas KutuBuku.
Jalin Dengan Non Kompasianer
Saya, TS, dan Isson tak ingin KutuBuku asal ikut mejeng di Kompasianival. Lalu, memajang buku-buku Tjitadinata Effendi yang kami rembug beberapa hari sebelumnya, ketika Pak Tjip dan Bu Lina sudah di Jakarta. Dan kompasianer yang lain.
Jadilah, bagaimana bekerja sama dengan pihak di luar kompasiana yang masih erat bersinggungan dengan buku dan penerbitan. Persisnya, ada kebersetujuan antara KutuBuku dengan Seno Gumira Ajidarma dan Mohamad Sobary atas “bantuan” marcomm Mizan, Peter Walandauw. “Ayo, siap Mas!” sahut Peter semangat.
Sabtu (12/12) pagi persiapan booth KutuBuku beres. Dengan serba cepat antarkesepahaman dengan Maria yang pagi-pagi sudah datang. Saat itu, Benny Rhamdani kolega saya berbincang ringan di booth KutuBuku. Bahkan menyinggung tentang buku Mengembara ke Masjid-Masjidnya Taufik. “Saya sudah baca. Menarik. Sayang covernya kenapa nggak yang lain? Nggak itu!” cetusnya, sebagai editor Mizan juga.
Perbincangan singkat, karena persiapan ke Istana atas undangan Presiden yang tak jadi membuka acara itu, lumayan menerbitkan asa. Bahwa karya kompasianer – yang relatif bukan penulis prof – mulai dilirik penerbit mayor. Karena ketika pada suatu kesempatan Kang Pepih Nugraha mampir ke KutuBuku dan saya sambungkan dengan Peter, nyambung (connect). “Tulis, dong Pak TS. Bahwa temen-temen kompasianer tulisannya layak untuk diterbitkan di penerbit mayor,” ujar Pepih Nugraha.
“Ya, kan Rahasia TOP Menulis-nya Much. Khoiri, tulisan-tulisannya di Kompasiana sudah diterbitkan di Elex, KKG,” sahut saya enteng.