BAPPENAS, kantornya persis menghadap Taman Suropati, Jakarta Pusat. Malam itu, Senin (29/8) gedung kuno kukuh itu tampak disorot lampu artistik dan taman tertata. Dari sini perencanaan keuangan atau persisnya untuk pembangunan negeri berpenduduk 250 juta jiwa digodok. Dengan komandonya Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro persis sebulan lalu setelah dilantik Presiden, 28 Juli 2016.
“Pak Bambang orang yang tepat memimpin Bappenas,” komentar Sofyan Djalil, yang kedudukannya diganti mantan Wakil Menkeu era SBY dan Menkeu hamper dua tahun ini. Juga komentar orang-orang penting negeri ini. Mengingat, Bambang pernah terlibat di kolam sebagai komisaris seperti di Pertamina, Asuransi, Aneka Tambang, PLN, bahkan perbankan. Artinya, ada harapan perihal arah pembangunan negeri yang lebih tertata dan bisa lebih fokus. Tak hanya di lima tahunan kepemimpinan seorang presiden, yang kerap hanya berpikir bagaimana untuk “sukses” dan menjadi bekal maju lagi untuk dipilih di lima tahun kedua. Itu pemikiran parsial, jangka pendek atawa sempit. Maka, dalam sebulan ini, ada gebrakan yang dilakukan Profesor Doktor Ilmu Ekonomi dan Fakultas Ekonomi dari Universitas Indonesia yang menguasai bidang ekonomi pembangunan dan tata wilayah serta perkotaan ini. Ia menyebutnya, “Kita strong!”
Baik, kita Prioritaskan
Paparan orang nomor satu Bappenas ini bisa disebut memberondong dalam serenteng harapan Indonesia ke depan. Tak cuma pertumbuhan ekonomi – yang nota bene sangat penting – namun bisa mengajak penduduk di bawah garis kemiskinan yang di kisaran 28 juta jiwa (10 persen) “naik kelas”. Ke luar dari keseharian dalam ukuran-ukuran asupan gizi yang selalu minim. Ini termaktub dalam rencana kerja (baru) Bappenas 2017 seperti bisa disimak dalam paparan: RKP 2017. Satu di antaranya, Memacu Pembangunan infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Kesenjangan Antarwilayah. “Meningkatkan indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan mengurangi Ketimpangan (meningkatkan taraf hidup penduduk 40 persen ekonomi terbawah),” kata lelaki berkacamata itu dengan fasih.
Bagi Bappenas ini merupakan momentum akan kesadaran perannya yang “otonom”. Atau dalam bahasa mahasiswa berprestasi dari UI (1989) dan penerima anugerah dari Presiden 2014 ini, tidak perlu diutak-atik ganggu oleh kementerian atau pihak mana pun. Bappenas sudah mengerti perannya untuk mengambil kebijakan melalui SDM-nya yang mesti berdisiplin tinggi dan ketat. “Di Bappenas dan bawahan sampai atasan harus sudah mengerti prioritas. Ya, di sini prioritas adalah yang utama!” tandas tokoh yang malam itu baru memenuhi undangan DPR untuk berkonsultasi perihal penting arah pembangunan di tengah keuangan Negara yang terbatas.
Bappenas tak punya rumus A,B, C yang sama-sama penting. Mesti ada kejelasan grade-nya dan prioritas yang dipilih. Dan ini, menjadi tantangan atau seni bagi lembaga yang dulu (di era Orde Baru) amat power full. Mengingat, kini, ada otonomi daerah, yang bisa berseberangan dengan kebijakan antara pusat (Bappenas) dengan daerah. Di mana Kepala Daerah yang dipilih oleh warganya dan pernah membuat janji-janji kepada warganya, mesti dan perlu sadar apa yang digariskan oleh Pusat untuk diperhatikan.
Bambang Brodjonegoro yang tiga kali menyebut blogger Kompasiana untuk ikut mensosialisasikan Bappenas di bawah kepemimpinnya, sadar. Bahwa ia mesti bergegas dan sekaligus tegasdalam membawa biduk Bappennas setidaknya hingga akhir 2019 di bawah presiden Jokowi sekarang. Untuk menata, dan sekaligus menjawab tantangan atau seni mengolah di lembaga strategis ini. Plus harapan kolega-koleganya, termasuk mantan Bappenas Sofyan Djalil. Dan tak kalah penting, tentu agar Pemerintahan Daerah pun ikut mengejawantahkan secara tak sewenang-wenang tersebab ia dipilih warga di wilayahnya. Bahwa soal “keuangan” ini adalah hasil dari kekayaan Negara, pajak dari masyarakat.
Blogger, berbeda dengan media mainstream. Setidaknya, di Kompasiana sebagai wadahnya – warga yang menulis – tak membawa misi dengan perhitungan bisnis media. Lebih jujur sebagai personalitas. Ragam latar belakang Kompasianer, menjadi unik. Paling tidak ketika tokoh yang bicara ini sadar dalam forum terbatas ini. Jika penyampaian blogger atau Kompasianer karena sebagai warga yang ikut diatur dalam soal pembangunan di Kantor Bappenas. Sehingga, kebetulan ketika sesi tanya-jawab, teman-teman Kompasianer ini dari beberapa daerah: Aceh, Sumatera Utara, Madiun atau Bekasi yang masih bersinggungan dengan Jakarta ibukota Negara. Dengan ragam persoalan yang dilihat dan ditanyakan ke Bambang: apakah bisa diakomodir persoalan-persoalan tersebut dan bisa menjadi masukkan untuk Bappenas.
Setidaknya, Bappenas yang berbeda seperti disebutkan komandan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/ Bappenas ini, taklah asal berbeda. Namun dari sebuah niat seorang anak bangsa yang akan ikut membenahi lobang-lobang kekurangan selama ini dalam Pembangunan negeri. Bambang harus kuat, sekaligus arahnya benar: ke depan dan lurus!