[caption caption="foto: news.metrotv.news.com"][/caption]cerpen Thamrin Sonata
“Namanya siapa, Mas?”
“Jonru.”
“Jonru?”
“Iya. Dan jangan panggil saya Mas.”
“Apa mestinya?”
“Bang, boleh.”
“Oh …ya …ya. Nanti kalau datang Tigor, biar dia klop dengan Bung,” ujar Kromodongso mengubah panggilannya pada lelaki itu.
Girimis mulai menipis di sekitar gardu itu. Dan keadaan sepi, pada diam. Padahal ada Asep dan Daeng. Mereka nggak begitu bisa mengajak omong dengan lelaki berkumis dan berkacamata itu. Meski berkesan keras, dan angker namun ia kata-katanya singkat-singkat. Kromodongso pun kewalahan menghadapi lelaki yang sepertinya pernah dilihat tiga langganan gardu itu. Kewalahan dengan sikap asisoalnya lelaki yang menurut mereka aneh. Apalagi bagi lidah Kromongson: Jonru, Jonru. Apa maknanya? Apa pula maksudnya ke gardu?
“Saya ke sini memang sebenarnya hanya perlu dengan Bang Tigor.”
“Iya. Sabar napa?” Daeng yang sebenarnya keras, mulai gerah.