Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Johan Budi di Sisi Jokowi

13 Januari 2016   09:07 Diperbarui: 13 Januari 2016   14:14 4056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto/ repro: KOMPAS/Wisnu Widiantoro, Rabu (13/1).

Doa istri Johan Budi SP: agar suaminya tidak diterima (lagi) menjadi ketua di jajaran KPK. Kurang ajar. Dan, repotnya, terkabul. Istri macam apakah yang mendorong suaminya agar tak menjadi pimpinan lembaga yang cukup disegani? Jawabannya, justru “balik bertanya”: istri manakah tak cemas kalau suami membawa pulang segepok uang halal  namun sederet “ancaman” dan teror yang menderanya. Sambil ndremimil berdoa untuk keselamatan sang suami dan, tentu, keluarga: ia dan anaknya.

Jadilah Johan Budi SP yang dilekati sebagai jubir KPK,  seorang pengangguran. Lima orang pimpinan KPK terpilih, dan sudah mulai menempati Gedung Baru Merah Putih KPK yang sesungguhnya ingin dijadikan sebagai ladang pengabdian seorang Johan Budi SP. Ia, yang berlatar belakang bukan hukum, digadang-gadang orang-kerabat-relasi untuk berada di KPK (lagi). Kinerjanya, dan integritasnya nyata. Tujuannya jelas, dengan integritasnya agar (ikut) menjaga marwah lembaga antirasuah yang sudah digelutinya sejak awal. Ya, sejak ia berkarir di institusi yang menyerempet-nyerempet bahaya dan hal yang tak disukai istri, dan dicemaskan anak-anaknya, tentu.

Komisi III yang memilih lima komisioner KPK, tentu bersorak: Johan Budi SP, Anda tak layak menjadi pimpinan KPK. Tempat Anda di sana, dan tak perlu mengusik-usik kami. Biarkan kami, sebagai wakil rakyat, bekerja. Untuk menghormati warga masyarakat. Sebab, Anda kok tidak suka Undang-undangnya untuk “diubah” menjadi “lebih baik” dan bisa menenteramkan masyarakat luas dari kegaduhan. “Menyadap-menggerebek-mengintai-menangkap tangan kami! Ya, kami yang sudah bekerja keras, dan sedikit menikmati uang rakyat kami.”

“Huuuu …!” sebagian kita yang ingin negeri lebih waras pun hanya bisa berseru yang seperti menendang langit mendung korup para cecunguk itu.

Johan Budi SP, memang, agaknya tak layak sebagai pimpinan KPK. Ia hanya cukup sebagai jubir alias berstatement kepanjangan pimpinan dan institusi. Maka, ketika selentingan ia akan dipinang Jokowi atau Lembaga Kepresidenan untuk jabatan jubir, segera muncul kegaduhan bahagia. Termasuk di Kompasiana, dan kemudian dinyatakan oleh Si Cadas Ninoy: poin keempat, “ …. Di situlah Johan Budi masuk ke dalam lingkaran penting istana dan juga bisa sepenuhnya berinteraksi dan menguatkan lingkaran istana orang-orang antikorupsi seperti Teten Masduki …,” sebut Wakil Presiden Penyair itu.

Persis Selasa kemarin (12/1), bukan menjadi hari “sial” bagi Johan Budi SP. Sebaliknya, ia menemukan habitatnya sebagai jubir. Ya, ia dipilih Jokowi sebagai Juru Bicara Presiden. Dan kali ini, sebagai juru bicara yang lazimnya bisa lebih menyita permintaan pemirsa (lewat media elektronik) seperti kita. Tentang wajah dan gaya kalemnya dalam menjelaskan perihal “Kepresidenan” yang lebih luas daripada di KPK. Dalam proporsi yang sesungguhnya.

Sebagai orang yang tepat berada di sisi Presiden Jokowi – seperti terlihat di foto ini – Johan Budi SP, mungkin bak asa kita seperti saya nukilkan dari Si Cadas Ninoy pada poin keempatnya itu. Menjadi lebih jelas apa saja yang “diinginkan” Jokowi dalam “Kerja-Kerja-Kerja!”nya. Karena, hemat saya selama ini, termasuk presiden yang digantikan Jokowi walau senang dan semangat dengan slogan: Katakan Tidak! (Korupsi), eh, malah mleho ndak karu-karuan. Para pembantunya, kena tangkap KPK – di mana Johan Budi bekerja. Bahkan yang ironis, kader partai yang dipimpin dari Cikeas itu bergelimpangan ditangkapi. Sehingga sebagai bapaknya anak Sang Pangeran pun mulai disebut oleh selebriti Partai Mercy Biru: Angie. Bahwa Si anak itu “menerima” kado yang diharamkan lembaga KPK.

Klemar-klemernya Johan Budi sebagai juru bicara (selama ini bekerja di KPK) adalah gaya. Gaya bahasa kehati-hatian yang mesti. Sedangkan dalem-nya ia punya komitmen, ketegasan yang tak bisa ditawar. Dan ketika ia mulai menjadi orang tepat berada di sisi Jokowi sang presiden, menjadi lebih jelas kinerja presiden, kelak. Bukan menjadikan sebagai pencitraan belaka seperti presiden sebelumnya – yang bisa mencipta dan suka menyanyi lagunya Jamrud: …Dan aku benci! ***           

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun