SETELAH sukses melaunching di Jakarta via Kompasiana, Jagadiri menyasar ke Bandung. Bukan kesasar atawa tersesat ke Parisj van Java, tentu. Tersebab berdasarkan catatan data internal, ternyata di Bumi Parahyangan adalah nomor dua setelah Jakarta dalam soal jumlah nasabah via online dalam hal perasuransian model terbaru ini. Plus pertimbangan, bahwa di Kota Kembang berkembang perihal digitalisasi.
Tak pelak acara nangkring dengan tema Digital ini yang berlangsung gayeng di Beehive Cafe & Boutique Hotel Bandung pada Sabtu (19/11) menjadi ajakan Jagadiri untuk Membangun Negeri Dengan Kreasi Digital secara masif ke depannya. Mengingat startup sudah bermuculan bak jamur di musim hujan: ojek online, toko online, tiket online dan seterusya bisa dideret panjang. Meski untuk itu, menurut Sanny Ghadafi, nara sumber pertama bicara: “Tak usah ikut-ikutan membuat e-commerce. Itu sudah banyak. Perlu mencari bidang lain yang masih terbuka luas,” tandas praktisi digital Start up 8 Villages asal Bandung yang sudah diapresiasi hingga ke Presiden.

Bukan ironislah. Memang demikian keadaan petani atau para warga negeri ini yang konon pengguna gadget tersebesar keempat di dunia. Menurut Kompas. Com data pengguna internet per tahun 2016 adalah sebesar 132 juta. Jika dirinci, seperti di bawah ini.
Data survei juga mengungkap bahwa rata-rata pengakses internet di Indonesia menggunakan perangkat genggam. Statistiknya sebagai berikut:
- 67,2 juta orang atau 50,7 persen mengakses melalui perangkat genggam dan komputer.
- 63,1 juta orang atau 47,6 persen mengakses dari smartphone.
- 2,2 juta orang atau 1,7 persen mengakses hanya dari komputer.
Sumber: Kompas.com
Apa yang dilakukan penggerak start up menjadi bukti. Bahwa petani, atau mereka yang berada di luar jangkauan gadget perlu diperluas dan sekaligus untuk dirangkul. Bahwa teknologi bukan penggerus warga negeri ini yang mayoritas tinggal di daerah-daerah. Ajakan dan tugas bagi yang melek teknologi digital dalam bidang apa pun hingga kreasi digital negeri ini menemukan betuknya. Yang disesuaikan dengan masing-masing lokalitasnya.
Seperti yang bisa disimak, bahwa Cimahi sebelah barat Bandung adalah pusat aminasi yang menjajikan untuk negeri ini. Di mana karya mereka – pelaku dunia digital ini – sudah menerobos hingga luar negeri. Dan kita pun tahu, Bandung dan sekitarnya bisa disebut barometer dalam soal kreativitas: seni, mode, kriya, sampai kuliner . Dan di era digital kini, tak aneh apabila Google merambah ke wilayah MICE (Meetings, Incentives, Converancing, Exthibitions). Sehingga ada situs “Google Hadirkan Fitur Untuk Bisnis UKM” Bandung dalam rangka pengembangan lebih luas ibukota Jawa Barat. Persisnya, jika mesin pencari sekelas Google merambah ke Bandung, menandakan bahwa bisnis online atau digital mampu mendorong kinerja sektor UKM.

Dalam bekerja, sekaligus berkreasi warga yang masih belum fasih soal berdigital pun membutuhkan kenyamanan- kenyamanan, termasuk dalam mengelola keuangannya, semisal perlu meimbang dan memiliki polis asuransi. Sehingga kreativitas tanpa henti, meminjam istilah tokoh media Jakob Oetama, menemukan jalannya ke depan di era digital yang berlari. Benang merah acara nangkring ini menjadi klop antara warga yang mesti cepat belajar era digital dan menimbang kepemilikan produk asuransi.