Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(HUT RTC) Daun-daun Jarum Meluruh

1 Maret 2016   16:31 Diperbarui: 6 Maret 2016   08:05 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="foto: puisisenja.com "][/caption]Minggu pertama (terinspirasi oleh puisi)

ANGIN kecil saja. Dan mampu meluruhkan daunnya yang sudah tak lagi muda. Kecokelatan. Tetap berbentuk jarum. Yang luruh di rambutnya yang hitam panjang sebagaimana gadis masa lalu. “Aku sekarang orangnya bisa tahan,” desismu.

Mau bilang apa. Kau memang gadis paling bisa bergeming dalam hempasan angin badai sekalipun. Kausudah bukan lagi gadis “putri malu” dengan ingus yang selalu mengganggu: keluar-masuk di hidung bangirmu. Dan aku senang menggodamu. Hingga kau berlari ke ujung dermaga, dan menyandar di cemara yang kita guratkan nama kita.

Di sana kita bercengkerama dalam diam bahasa kita yang belia. Tentang apa yang tak bisa diurai bersama. Seribu rambutmu yang hitam terurai tak juga mendapat jawab. Seribu cemara halus mendesah berderai-derai bersemayam di dirimu pun kautahan sebisamu. Seolah seribu duka nyeri hinggap tak kita tahu apa dan di mana letaknya. “Hidup hanya menunda kekalahan,” kataku yang tak kaujawab dengan angguk ataupun gelengan.

Jalan berdua bergandengan menyusur pantai sebagai sebuah kenikmatan pada senja pengingat kita pulang ke rumah masing-masing. Dan ketika kausempat menuliskan nama kita di pasir, secepat itu pula nama kita terhapus oleh ombak kecil. Begitu rapuhnya masa-masa itu. Begitu saja air bening meloncat dari kelopak matamu. Tak terucapkan. 

Matahari besar memerah, di punggungmu. Hingga matahari rebah. Dan aku menyerah pada kedalaman airmatamu.

***   

Angkasapuri, Maret sore 16

 

Sumber inspirasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun