Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Harga Sebuah Lagu bagi Rega

21 Februari 2015   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:47 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam langkahku terasa

Terasa kumerana

Takkan lagi kurasa

Takkan lagi kurasa

…..hhuuuu hoooo

Penggalan lirik lagu dipaskan dengan nada. Perlu pengulangan pada dua kalimat dalam kuplet itu sebagai penandasan: biasa-biasa saja – takkan lagi kurasa.

Rega generasi penyanyi saat ini yang langka, karena bisa membuat lagu. Meski tidak puitis benar liriknya. Dan itu diakui, dalam tanya-jawab proses kreatifnya pada acara Kompasiana Ngulik: Ngobrolin Lirik, Jumat (13/2). “Kata-kata dalam lagu saya tak puitis benar. Bahasanya biasa-biasa saja. Dari apa yang kurasain,” ungkap cowok berkacamata itu.

Walau sebuah lagu tak melulu mesti puitis, memang. Yang penting ada harmoni. Antara nada dan lirik dari sebuah lagu genre pop. Klop. Jadi? Setidaknya penyanyi yang masih kuliah di Itenas Bandung jurusan Arsitek ini mampu menghujani karya-karyanya yang relatif melankolik. Jangan dibaca: cengeng. Karena cengeng adalah nangis yang gampang menjelma dan tidak kuat alasan tiba-tiba mewek.

Lagi-lagi, Rega menyadari. Bahwa sang penyanyi yang keblusuk karena kecelakaan dan dihadiahi gitar ayahnya, dan lalu ia mulai jreng-jreng dengan gitar kroposnya. Sejak usia lima belasan. Sebuah awalan yang benar. Setidaknya, ketika ia patah hati bisa disalurkan menjadi sebuah lagu, seperti dalam pengakuan jujurnya. Sehingga serenteng lagu yang dikeluarkan melalui tenggorokkannya buah dari “keruh hati”nya itu.

14244487521062398378
14244487521062398378

Obrolin seputar pembuatan lirik dan proses kreatif Rega. (foto:TS)

“Lebih sering kalau lagi galau, saya kreatif,” akunya.

Tak apa. Mestinya itulah sebuah tarikan kreativitas. Karena dalam persoalan pembuatan syair, itulebih jujur daripada memaksakan diri membuat yang di luar jangkauannya. Tidak dengan mood yang ada. Sebab, gelontoran kata jadi lebih bermakna. Bahasanya bertenaga, walau di sekitar “cinta”. Barangkali itu sebab, “Saya bikin lagu reff dulu. Baru lirik,” jelasnya tak ragu.

Dari usianya yang masih muda, dan sudah menghasilkan lima puluhan lagu, bukan perkara gampang. Setidaknya, Rega membuktikan diri. Sehingga dalam lagu andalannya itu, ia bisa syuting klip di Singapura. Sehingga ia merasakan dimanja dengan baju, transportasi, akomodasi dan “jalan-jalan” kerja di sana dari sebuah lagu Takkan Lagi.

Jalur yang dipilih: pop. Menandakan ia sadar, di situlah wilayah yang mesti ditekuninya dengan benar. Dan intensif.  Bekal yang yang dimilikinya toh lebih dari cukup: tak hanya modal tampang. Dan Rega yang relatif baru menceburkan diri di dunia tarik suara mesti banyak belajar. Faktor keterpengaruhan dari musisi yang ada, sebuah keniscayaan yang tak perlu dirisaukan benar. Semisal ia menyukai lagu-lau Dewa. Setidaknya jika menyadari, bahwa ia pun bisa berkelit, kelak. Karena ia toh diseruduk oleh keadaan. Mengharuskan tidak patah di tengah jalan. Harus kreatif dan tidak mudah dipecundangi oleh gerudukan musikus lain di era yang demikian menggerojok. Ini dunia hiburan yang punya penilaian tersendiri. Siapa yang “laku” dieksplorasi habis-habisan, dan setelah itu bisa dicampakkan.

1424448830413732739
1424448830413732739

Rega in action. Membuktikan tenggorokkannya dan lagu bikinannya. (foto:TS)

“Saya pengin suatu ketika memasukkan unsur akordeon dalam lagu mendatang,” tuturnya. Rambahan itu cukup menjelaskan. Bahwa Rega siap melewati jalan yang membuatnya dikenal sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu. Namun ia mengelak dan jujur tak berani kalau dalam lagunya memix-kan dengan unsur gamelan, misalnya. Karena itu wilayah yang masih belum masuk dalam angan-angannya.

“Saya juga ingin berduet dengan penyanyi wanita,” katanya lagi. Pacarnya? Rega menjawab: tidak. Bukan. Kenapa? “Karena kalau ia terkenal, nanti diambil orang….”

Sebuah celetukan dari punggawa Kompasiana, Pepih Nugraha, “Ya, dibikin lagu lagi.”

Begitu, Rega? Berani! ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun