HUJAN belum turun ketika aku selesai memesan paha ayam untuk digoreng lagi. Plus tahu Bandung berwarna kuning. Sehingga nasi yang menggunung akan bersanding dengan warna itu. Nanti diimbuhi irisan timun, sawi dan leunca. “Sambal ini akan selalu mengingatkanku padamu Lia,” desisku seraya menyendok sambal terasi berwarna cokelat ke cobek kayu kecil.
Gugusan hari-hari
Indah bersamamu Camelia
Kau berlari mengejar mimpiyangtak pasti
Lirik lagu itu, bangsat! Kenapa pas aku akan memarkir pantat, dan sesosok semampai berkaus panjang hitam dan bertopi baret merah masuk berkelabat. Lalu duduk di depanku. Seraya membuka topinya.
“Aku sudah tujuh purnama mengejarmu ke mana ....”
Lia tak memberiku nafas.
“Aku lupa, kau akan mampir ke sini tiap tanggal dua puluh tujuh sore. Hujan atau tidak ....”
Aku membiarkan paha ayam dan tahu yang digoreng lagi itu disorongkan pelayan warung seberang Terminal bis Leuwi Panjang dan kutatap dengan dada berdegup.
“Kau orangnya sekarang tak tahan ....”
Aku memejamkan mata. Kuhimpun kelebatan-kelebatan hamparan perdu teh, para layang, dan para pemetik teh yang naik-turun di dataran Pengalengan. Juga senyum Lia.