Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

“Bulan Merekah Jingga, Telanjang”

11 April 2015   21:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh Thamrin Sonata

SELEMBAR daun luruh, plug. Persis hinggap di rambut Mala. Gadis itu tak menyadari kalau tak dihentikan langkah santainya oleh Dewa. Persis seorang lelaki ksatria menghadang sang kekasih yang seminggu lalu dikunjunginya.

“Aya naon, Dew?”

Dewa tak bersuara. Ia mengambil daun kering. Diperlihatkannya pada gadis berambut selendang mayang.

“Ia tak pantas merusak rambutmu yang harum ….”

Mala ternganga, dan gegas membekap sepasang bibirnya.

“Apalagi kamu tlah menyisirnya dengan jemari rindumu ….”

“Iiihh …,” desis Mala seraya menjulurkan tangan untuk mencubit perut lelaki yang dua bulan ini telah menembaknya, di Jalan Dago yang masih rindang. Rimbun. Pohon keras mahoni seperti raksasa pelindung bagi orang-orang yang gerah pada siang di April ini yang mulai jarang hujan.

Namun entah dari mana mengambilnya, lelaki itu sudah mengacungkan sehelai kembang putih yang segera menyergap harumnya.

“Biarkan aku menggantinya dengan ini ….”

Mala tersipu.

“Dengan senang hati ….”

Dan Mala diam saja, ketika kembang yang sebenarnya dibeli Dewa di perempatan timur Dago itu diselipkan di telinga kirinya.

“Nah, kini kau boleh duduk di situ,” ajak Dewa seraya menuntun gadis 158 cm berambut panjang, beralis tebal dan berkulit halus lazimnya anak Bandung.

“Iiih …!” sergah Mala, dan ia berhasil mencubit perut Dewa.

Dewa melengking setengah ditahan. Ah, lelaki yang kesenangan takkan pernah menghindar oleh cubitan kangen yang bertumbuk sejak seminggu perpisahan lalu. Karena seminggu sekali Dewa baru pulang ke Bandung ada pekerjaan di Bogor sebagai Tukang Insinyur dari Jalan Ganesha.

Kletek.

Mala duduk. Di bangku semen hanya untuk dua orang. Dewa mestinya segera duduk di sampingnya. Namun demi melihat ke timur rembulan mulai merekah, ia menggeser duduk sang kekasih.

“Menghadap kemari, La ….”

“Knapa?”

“Ada bulan jingga sedang merekah.”

Mala terpengaruh, dan menoleh. Benar. Di sana bertengger bulatan jingga. Telanjang, bulat. Ia pun menghela nafas dalam-dalam. Dewa selalu menemukan sisi romantis, desis Mala.

“Aku senyum, kan?”

Dewa menjentikkan jermarinya.

“Namun dengan senyum mahal.”

“Ih. Kayak apa?”

“Gigimu jangan tampak lebar terbuka.”

Mala tersenyum. Ingin rasanya mengulurkan lagi tangan dan mencubitnya. Entah di perut entah di mana.

“Nah, that’s good. You are so … very beautiful. “

Dewa segera mengambil HPnya dari saku. Ia tak mempedulikan beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka. Berdua.

Klik.

“Senyummu ditahan. Jangan kalah dengan rembulan yang memerah ….jingga.”

Mala tersenyum. Juga ketika Dewa duduk di sampingnya. Selfie pun menjadi genap. Dengan rembulan di antara dua kepala mereka. ***

Angkasapuri, pukul 21 Malming.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun