Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BCA Peduli Penyu dan Penderita Katarak hingga Ingin Gandeng Google

21 Desember 2016   08:40 Diperbarui: 3 Januari 2017   12:57 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BCA Peduli dan Mendonasi| Dokumentasi pribadi

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) peduli terhadap kehidupan penyu di Indonesia. Juga terhadap penderita katarak. Dua hal yang tampak sepele, tapi tidak bagi institusi perbankan ini. Bukan yang pertama kali BCA berdonasi kepada WWF dan Perdami untuk pelestarian penyu dan operasi katarak itu. "Kami bahkan ingin lebih memperhatikan lagi, dan menggandeng institusi lain untuk lebih memperhatikan dua hal ini," kata Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA di Gedung Menara BCA lantai 22, Senin (19/12) pagi. 

Komitmen BCA untuk ikut bertanggung jawab secara sosial tehadap kehidupan penyu dan penderita katarak tidak main-main mengingat donasi yang disalurkan lumayan membantu para pemangku kepentingan di bidang ini untuk lebih bekerja keras lagi. Karena itulah, dalam sambutan Benja Mambai, Acting CEO World Wide Fund Indonesia, menyebutkan arti sumbangan Bakti BCA terhadap kehidupan penyu yang bisa musnah apabila tak ditangani secara serius. Indonesia punya penyu yang lengkap sehingga WWF perlu memantau kehidupan penyu-penyu itu, termasuk memantau dengan teknologi satelit.    

“Apakah kita bisa menggandeng Google?” tanya Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, tak sabar mengetahui hal itu.

"Dengan teknologi, apa pun bisa!" jawab Benja Mambai. 

 

Presdir BCA|Dokumentasi pribadi
Presdir BCA|Dokumentasi pribadi
Tengah Acting CEO WWF|Dokumentasi pribadi
Tengah Acting CEO WWF|Dokumentasi pribadi
Wakil Ketua SPBK| Dokumentasi pribadi
Wakil Ketua SPBK| Dokumentasi pribadi
Penyu Itu Indah

Itu saking pedulinya BCA terhadap penyu. Menurut Benja Mambai, ada penyu yang diberi semacam GPS sehingga bisa dipantau pergerakannya lewat satelit. Bukan hanya berenang-renang ke tepian, misalnya di perairan Bali, namun penyu yang dilepas bisa jalan-jalan (tanpa visa) hingga ke Filipina, Australia, Selandia Baru, bahkan sampai California, Amerika. Menariknya, penyu itu akan kembali ke asal ia dilepas. 

Enam dari tujuh jenis penyu ada di Indonesia, termasuk penyu-penyu besar, jenis hijau, sampai sisik. Sayangnya, penyu dikaitkan dengan mitos tertentu, termasuk di Pulau Bali. Di pulau ini ada penangkaran di TCEC (Turtle Conservation and Education Centre) yang pernah penulis kunjungi. Bahkan di kawasan Sukabumi, Jawa Barat, telur-telur penyu dianggap sebagai penambah daya tahan tertentu bagi kaum Adam. Padahal, hanya 20 persen telur itu yang bisa bertahan dalam pembiakan. Tidak heran bila kian berkurang pembiakan penyu di Indonesia. Karena itulah penyu masuk dalam RedListofThreatened Species oleh International Union for the Nature and Natural Resources (IUCN). WWF merencanakan dua kawasan untuk proyek dan kepeduliannya, yakni di Pangumbahan, Ujung Genteng, Sukabumi, Jawa Barat dan Aroen, Meubanja, Aceh. “Penyu bisa punah,” tandas CEO WWF itu, khawatir.

bca-penyu-bali-5859dc189493732818304e1d.jpg
bca-penyu-bali-5859dc189493732818304e1d.jpg
Patung Penyu dan Kantor TCEC| Dokumentasi pribadi
Patung Penyu dan Kantor TCEC| Dokumentasi pribadi
Penyu perlu kepedulian dari pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan pers. WWF sendiri sudah lima tahun bekerja sama dengan BCA Peduli. Penyu-penyu yang unik itu pun tetap menjadi bagian kekayaan Indonesia. Bila dikembangkan lebih jauh, sesungguhnya penyu bisa menjadi bagian dari pariwisata. “Saya menggaransi sebuah pemandangan indah saat penyu-penyu itu bertelur,” ungkap Mambai yang berasal dari Papua itu.

Katarak ke Arah Buta

Komitmen luar biasa BCA pun menyasar penderita katarak sejak lima tahun terakhir dengan bekerja sama dengan Perdami, yakni Seksi Penanggulangan Buta Katarak Dokter Spesialis Mata Indonesia. Menurut Wakil Ketua SPBK Perdami Ari Jatikusumo, dengan dua ribu anggota Perdami yang ada, mereka masih perlu bekerja keras lagi agar Indonesia lepas dari angka kebutaan tertinggi di Asia atau dunia. Adapun 50 persen penyebab kebutaan dimulai dari katarak. “Bantuan instrumen tidak murah. BCA sudah membantu, di antaranya 2 mikroskop,” ungkap Ari Jatikusumo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun