Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangsa Kita Bullying Anak Sendiri

11 Januari 2017   07:35 Diperbarui: 11 Januari 2017   07:41 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: childline.org.uk

Ini saya kutip dari Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1991) tentang kata Bully. Ia, bully, berasal dari kata Bahasa Belanda Abad Pertengahan, boele, yang maknanya: kekasih atau jantung hati.

Keren, kan? Nah, kalau ungkapan yang kemudian pada abad 17 menjadi berbalik disebabkan tindakan negatif seseorang kepada yang (dianggap) lebih lemah dan dalam jangka waktu lama? Kini sedang menjadi-jadi di negeri yang pernah dijajah tiga ratus tahun lebih Belanda itu.

Yang tidak tanggung-tanggung, mereka seenaknya dan masif. Meski kadang, mereka sembunyi tangan setelah melemparkan batu ke jidat kita. Luka, memar dan boleh jadi berdarah. Sebagai sebuah tindakan pengecut. Karena, apabila ketahuan dan diusut oleh aparat keamanan, melempem bak krupuk diguyur air panas. Pes. Nangis-nangis, malah.

Persoalan bullying seperti menjadi makanan enak atau lauk-pauk sedap yang mesti. Mesti bagi siapa? Ya, pengecut-pengecut itu. Dengan kosa katanya yang tak beradab daripada abad pertengahan itu.

Jika diperluas makna boele di kekinian, jelas bangsa ini sedang diaduk-aduk ke-baper-annya. Diadu domba dan  sesama atas anak bangsa. Jika ditanyakan siapakah yang melakukan itu? Menyedihkan, memang, faktanya. Ada tangan-tangan dari anak negeri kita sendiri.

Saya, Anda, dan kita semua mungkin punya siapa-siapa yang berada di balik selimut itu?

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun