Ini saya kutip dari Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (1991) tentang kata Bully. Ia, bully, berasal dari kata Bahasa Belanda Abad Pertengahan, boele, yang maknanya: kekasih atau jantung hati.
Keren, kan? Nah, kalau ungkapan yang kemudian pada abad 17 menjadi berbalik disebabkan tindakan negatif seseorang kepada yang (dianggap) lebih lemah dan dalam jangka waktu lama? Kini sedang menjadi-jadi di negeri yang pernah dijajah tiga ratus tahun lebih Belanda itu.
Yang tidak tanggung-tanggung, mereka seenaknya dan masif. Meski kadang, mereka sembunyi tangan setelah melemparkan batu ke jidat kita. Luka, memar dan boleh jadi berdarah. Sebagai sebuah tindakan pengecut. Karena, apabila ketahuan dan diusut oleh aparat keamanan, melempem bak krupuk diguyur air panas. Pes. Nangis-nangis, malah.
Persoalan bullying seperti menjadi makanan enak atau lauk-pauk sedap yang mesti. Mesti bagi siapa? Ya, pengecut-pengecut itu. Dengan kosa katanya yang tak beradab daripada abad pertengahan itu.
Jika diperluas makna boele di kekinian, jelas bangsa ini sedang diaduk-aduk ke-baper-annya. Diadu domba dan  sesama atas anak bangsa. Jika ditanyakan siapakah yang melakukan itu? Menyedihkan, memang, faktanya. Ada tangan-tangan dari anak negeri kita sendiri.
Saya, Anda, dan kita semua mungkin punya siapa-siapa yang berada di balik selimut itu?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H