[caption caption="sumber gambar: kompasiana"]
[/caption]
AHOK satu hal. Perpolitikan di DKI Jakarta hal lain? Ndak. Kayaknya menjadi satu dan kian seru. Dan memunculkan fenomena aneh-aneh. Ada yang ndak yakin kalau Ahok dibantu teman-teman Ahok ndak bakalan bisa mengumpulkan sejuta KTP. Dan ia akan menceburkan diri dari atas Monas. Bila kenyataannya terkumpul sejuta KTP calon pemilih Ahok.
Perihal satunya kata dan perbuatan bagi politikus, rasanya sulit untuk diwujudkan. Seorang yang sudah Prof dan memang punya ilmu politik sekelas Amien Rais pun tak bisa mewujudkan “ucapannya”. Yakni ia akan jalan kaki Jogja-Jakarta bila Jokowi menang dan jadi presiden. Lalu, AU, Anas Urbaningrum. Ia menyatakan dirinya siap untuk digantung apabila ada uang yang ia tilep. Tak ditunaikan ketika kenyataan menyatakan sebaliknya dari tantangan – atau nazar – itu benar terjadi dan sebalikmnya dari “harapannya”. Malah, ia sekarang menjadi tahanan dan berbalik “menyerang” bosnya, SBY. Jadi, jangan lagi sekelas Ahmad Dhani untuk memotong tititnya yang entah sebesar apa – seperti halnya Amien Rais meragukan Jokowi.
Oleh karenanya, orang partai yang ndak kita kenal-kenal amat, amat mudah untuk ngeles apabila nanti (teman-temen) Ahok bisa mengumpulkan sejuta KTP calon pemilih dalam pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang. Ia akan meniru dan mungkin akan ngomong, “Mestinya Amien Rais, Anas...ditagih, dong.”
Ahok dengan berbagai pertimbangannya, sudah menyatakan maju ke pilkada DKI Jakarta dengan jalur independen. Itu, karena ia merasa inilah jalur perjuangannya. Ndak pengin digantung pencalonannya oleh partai. Lha, orang-orang hebat dalam hal nazar pun mengingkarinya. Lalu partai-partai yang putusasa ndak mungkin mengalahkan Ahok, malah mendukung. Ini fenomena aneh. Dulu, kalau ada calon memilih jalur independen, yang digiles ketika saatnya tiba. Lewat partai yang mengusung dalam sebuah pilkada.
Sekarang sudah terjadi. Yakni Partai Nasdem dengan langsung dimpimpin Ketumnya menyambangi Ahok. Juga, Haruna.
PDI Perjuangan, termasuk yang nyentrik. Setelah ditinggal Ahok, malah Ahok diundang oleh Ketumnya yang sudah kluyutan itu. Di mana dalam peluncuran buku Megawati di mata Wartawan, dia diberi buku itu yang pertama kalinya. Ibarat orang ulang tahun, ketika memberikan potongan kue pertama, sebagai pertanda kekhususannya. Padahal, yang kita tahu Bu Ketum ini tidak di wilayah mendukung secara formal melalui partainya dalam pilkada DKI Jakarta nanti. Juga dikenal dengan perlambang-perlambangnya. Termasuk kalau tidak suka, semisal dengan SBY menterinya yang dianggap mbalelo.
Pada Hanura, bahkan akan membantu tak sebatas dukungan – melalui underbownya – untuk mensupport Ahok maju. Artinya, akan mengerahkan anggotanya nanti terjun langsung dan memilih Ahok. Dan akan membantu – kalau perlu – finansial saat kampanye.
Jelas, menjadi tak aneh kalau orang-orang sekelas menteri masa lalu ingin menjegal Ahok. Meski kebingungan, lewat jalur apa dan apa bisa menang? Adhieyaksa, Yusril pun kemecer untuk menelikung Ahok. Dan memunculkan kelucuan-kelucuan yang sulit kita nalar. Memakai kaos anak-anak, belanja ke pasar dan seterusnya.