Menulis buku (tentang) politik selalu dipersepsikan: memihak atau menyerang. Lebih-lebih jika -- sekarang -- Â ia menjadi penguasa. Tak mesti menjadi orang nomor satu negeri. Jika ia orang yang memberi mandat kepada petugas partai?
Buku ini, saya tulis ketika PDI Perjuangan sedang eforia, dalam arti sesungguhnya. Yakni ketika penguasa Orde Baru lengser -- dilengserkan oleh salah satunya Amien Rais -- dan warna merah berkirbar di mana-mana. Sehingga ada yang terjadi dilapangan stok kain warna merah habis. Hilang. Padahal, itu untuk sebuah perjuangan (baca: kampanye) menjelang pemilu legislatif. Sebaliknya, Golkar menjadi partai yang dihujat di mana -- representasi dari Soeharto yag sudah tuwuk (kekenyangan) kekuasaan, istilah Cak Nur saat diundang Pak Harto ke Istana bersama Gus Dur, Emha Ainun Nadjib da lain-lain.
Judul buku ini meminjam apa yang sedang menjadi tren yang dikumandangkan oleh seorang pekerja Seni: Garin Nugroho. Inga-inga Pemilu. Dalam iklan atau woro-woro di media layar kaca, waktu itu belum musim medsos seperti kini.
Maka, isinya pun tentang Megawati dan PDI Perjuangan. Kelahiran putri Proklamator dan PDI Perjuangan yang -- sekali lagi sedang eforia. Bakal menang, dan memang menang telak. Menekuk Golkar dan partai-partai baru semisal PAN dan PBB sengan tokohnya Amien Rais dain Yusril Ihza Mahendra. Serta ketua umumnya, Megawati bakal menjadi Presiden. Diyakini oleh para kader dadakan.
Dalam berbagai survei, Megawati akan menjadi Presiden. Meski pro-kontra mencuat. Apakah presiden kita wanita -- oleh sementara tokoh dan partai Islam sebagai hal tabu. Apa tidak ada calon dari kaum Adam? Dan seterusnya.
Seperti kita tahu, Gus Durlah yang menjadi presiden dan Megawati hanya wakil presiden. Namun di tengah jalan, toh Gus Dur  diturunkan oleh mereka yang punya kartu truf. Diisukan KH Abdurrahman Wahid korup soal Bulog. Tanpa pengadilan. Â
Nyatanya, hingga hari ini, kemarin Senin (7/1) pada acara di Kantor PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat dan Megawati Bercerita. Seputar dirinya dan perihal partai yang dipimpinnya. Selain tersirat, menyembul optimisme kader partainya akan (terus) berkuasa. Dan itu, artinya PDI Perjuangan dan Megawati sedang menikmati "perjuangan"nya.
Sebagai penulis, yang tidak berfiliasi kepada partai ini -- boro-boro, hehe -- menikmati saja dari luar pagar. Penulis tetap menulis. Tidak dalam kapasitas seperti mendukung atau memusuhi. Tetap sebagai seorang penulis yang menulis berdasarkan tarikan hati. Mengambil jalan tengah, jalan sunyi.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H