Dari Taman Krida Budaya, kami para Kompasianer nggeruduk Cak Per. Tak jauh, hanya berbilang langkah tempat mengudap ala mahasiswa. Memang di situ ada gedung perguruan tinggi  gagah bernama Universitas Brawijaya, plus RSBW yang menjulang tinggi gedungnya.
TS paling depan mengambil nasi, dan memilih ayam potongan paha nan menggiurkan. Sebab, nantinya dicolekkan dengan sambal. Plus lalapan, tentu.Â
Tanpa itu nggak pernah diakui oleh dua ibu Kompasianer dari Bandung: Maria G Soemitro dan Intan Ros dalam budaya mengudap ala orang Sunda. "Minumnya apa, Mas?" tawar sang perempuan penjaga. "Es, jeruk!" sahut TS mantap.
Jadilah sebuah ritual makan secara lesehan yang berada di Jalan Soekarno-Hatta itu. Tempat mengganjal perut -- yang disasar ya mahasiswa -- baru berbilang dua setengah tahun jalan. So? Ini kaitannya dengan harga, ya.Â
Memang menjadi pertanyaan kepada Ferry Angga secara langsung. Gimana ngitungnya: sepiring nasi dengan sepotong ayam -- kalau saya tetap milih paha, ya -- plus segelas teh tawar hanya dibandrol delapan rebu lima ratus rupiah. Cring! Kontan.
![Ada ruang untuk mahasiswa | Makan ayam ala mahasiswa Malang (dok. Hery Supri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/16/cak-per-ruang-5b74bb0bc112fe25e103daa2.jpg?t=o&v=770)
Tak berarti Murahan
Acara ICD yang diadakan Kompasiana jadi pelengkap kami Kompasianer dan penjaga gawang Komunitas: KutuBuku, Ladiesiana, RTC, Click, KJog, dan tuan rumah Bolang di tempat makan ramah harga.Â
Kalau harga awal delapan ribu lima ratus hingga lima belas ribu, ya mau ke mana lagi mahasiswa mencari? Meski kata punggawanya Ferry, bukan berarti tak memperhitungkan aspek: higenitas, dan standar rasa. Tempatnya sendiri asyik. Ramah lingkungan. Ramah harga, paling utama.
"Kami memang sengaja menyajikan secara prasmanan," Â ujar lelaki yang Minggu siang itu berbatik. Ngertilah, apa maksudnya prasmanan. Biar lebih dekat dengan keinginan mahasiswa, terutama yang kos di Kota Malang -- terbesar kedua setelah Surabaya untuk kawasan Jawa Timur. Ya, apalagi kalau bukan ngambil nasi sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Untuk mengukur seberapa banyak asupan karbohidrat dan nilai gizi yang bisa ditolerir. Sementara, lauknya sudah bisa kompromi dengan lidah. Jadilah.
![Makan ayam ala mahasiswa Malang (dok. Hery Supri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/16/cakper-ok-5b74bcf012ae9451a278eff2.jpg?t=o&v=770)