Namun yang membedakan lagi Macao, adanya tempat balap motor. Persisnya sirkuit Guia. Ini yang bisa menyedot para mania di arena balapan yang memacu adrenalin. Untuk itu, aku nggak perlu menengok.Â
Cukup tahu dari kejauhan, apalagi kalau tidak sedang ada balapan motor yang suaranya khas dan memekikkan telinga. Atau mending berteriak sendiri dengan terjun dari ketinggian seratus meteran dengan Bugy Jump?
Sedangkan tempat yang perlu didekati, seperti yang disorongkan dalam berbagai catalog. Atawa di zaman saiki bisa diintip lewat situs yang menyebutkan nama Macao. Dijamin mata melotot dan pengin segera terbang ke sana. Jadi nggak percuma. Walau dijajah Portugis tahun 1557 -- hampir sama seperti kita pada 1551-an bangsa itu datang -- negeri ini bergegas menjadi negeri penuh pesona. Â Â
Makan yang enak dan Halal
Sebenarnya lidahku ini sulit untuk bersilat dengan yang namanya sambal Jawa atau Sunda. Itu untuk menyebut bahwa soal selera, payah memang inyong (nah, ketahuan kan aku dari mana?) ini. Namun ketika nemu petunjuk adanya salah satu resto halal adalah the Taste of India di Macau Fisherman's Wharf, perlu dicoba. Nah, di area Senado Square, ada Loulan Islam Restoran, yang berada di R-Do Theatro. Juga beberapa resto yang menggunakan nama berbau Islam, menenteramkan hati. Termasuk, misalnya resto India atawa Thailand. Apalagi kalau singgahnya ke Loly Indonesian Food. Kloplah.
Untunglah, walau tersesat raun-raun di Macao, taklah perlu lupa dengan salat. Lima kali sehari, walau di tempat-tempat yang aneh. Sebut saja begitu. Lha, namanya saja sebuah kota yang mayoritas non-Islam. Namun teringat seorang Kompasianer Taufiek Euis yang pernah menuliskan perihal Masjid Macao. Bahwa di Kota Judi, ada kok masjidnya. Namanya  Mesquita de Macau.Â
Menggambarkan Macao, memang tak cukup dengan seribu kata-kata. Lalu? Ini dunia baru dengan memindahkan gambar secara cepat -- lewat HP. Nggak perlu memproses film dengan dicuci (eh, nanti pakai digosok segala), dan dicetak. Sekali jepret, diunggah ...kabarkan ke kerabat di kampung yang malam-malamnya ada banyak kunang-kunang. Seperti di kampungku di Jawa sana.
Stigma Macao sebagai tempat orang berspekulasi dengan uangnya, sebagai Las Vegas-nya Asia tak sempat masuk ke ingatan. Terlalu banyak pemandangan indah sayang untuk dilewatkan. Karena tiga hari di sini, waktu seperti berlalu terlalu cepat. Malam dengan taburan kunang-kunang dan siang dengan bangunan serta hamparan birunya laut.
Hanya satu kata untuk Macao: Amazing!
*** Â Â Â