Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Reforma Agraria

27 September 2017   11:56 Diperbarui: 27 September 2017   12:26 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia tanah airku

Tanah tumpah darahku

Di sanalah aku berdiri

Tak sesulit dua puluhan tahun lalu untuk memiliki sebuah sertifikat tanah. Tentu, apabila tanah itu benar miliknya. Ada proses kemudahan dalam mengurus hingga berlabel tanah sah bagi masing-masing warga. Siapa penggeraknya?

Negeri ini terdiri atas tujuh belas ribu lebih pulau. Dan itu berarti daratan meski ada gunung dan sungai. Daratan itu juga berarti tanah yang dimiliki oleh penduduk negeri, bukan dikapling atau dikuasai oleh sedikit orang tertentu. Langkah dan gerakan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam merealisasikan agenda reforma agraria disambut gegap-gempita.

Ini eranya kemudahan dan transparansi. Pemberian sertifikat kepada warga di berbagai kota bak siraman hujan kemarau panjang sehingga gerakan ini oase nyata. Riil. Berbeda dengan masa lalu, yang berbelit. Sehingga ada pemeo mengurus tanah sendiri saja seperti akan membeli tanah baru.

Ada 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia. Dan menurut Presiden Jokowi, baru 46 juta bidang tanah bersetifikat. Sisanya, sekitar 63 persen atau 80 juta bidang tanah belum bersitifikat. Jauh lebih banyak? Tentu. Ini yang sedang digeber dan direalisasikan.

Jam Gadang, Sumbar. Keindahan tanah air Indonesia (foto:lhat.co.id)
Jam Gadang, Sumbar. Keindahan tanah air Indonesia (foto:lhat.co.id)
Reforma Agraria

Reforma Agraria sejak Presiden Pertama hingga penggantinya pada Orde Baru yang berkuasa cukup panjang tak mempermudah sertifikasi tanah bagi warga. Untuk mengurusnya bilangannya bisa sepuluh tahun lebih, bahkan kadang tak berujung. Selain membutuhkan mental baja, waktu, tenaga juga dana yang tidak jelas berapanya. Memang pada tahun 2011, era Susilo Bambang Yudhoyono melahirkan Perpres11/2011 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. 

Barulah tahun 2014, Pemerintahan Jokowi membuat kebijakan agraria yang mencakup: Penguatan Regulasi dan penyelesaian konflik agraria. Di samping penataan penguasaan dan pemilikan tanah obyek reforma agraria dan Redistribusi tanah 9 juta hektar. Ujungnya 2017 sebagai Reforma agraria sebagai agenda rencana kerja pemerintah.

KOMPAS dalam Jajak Pendapat yang kemudian dilansir 28 Agustus 2017, di antaranya responden menyatakan "Setuju" di angka 94,1 Persen dengan program pemerintah memudahkan proses sertifikasi lahan. Artinya, cukup meyakini niat dan usaha gerakan pemerintah yang diwakili 505 responden dari 12 kota besar di Indonesia tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun