ArswendoAtmowiloto
"Saya nggak bisa dua hari berturut-turut tidak menulis dan berhubungan dengan perempuan," cetusnya. Hm. Ia yang berjeans, sepatu sendal, dan kaos oblong berambut gondrong. Flamboyan. Sehingga ia banyak merekrut orang-orang yang datang -- seperti saya -- menjadi penulis di majalah HAI.
Naskah Mengarang Itu Gampang ditulis tiap menjelang dead line. Di mesin tiknya di kantor majalah HAI. Dan kerap saya baca sebelum dimuat (tayangkan) di majalah dan sebelum jadi buku best seller serta menjadi fenomena dalam soal menulis. Mengarang.
Menurut Mas Mowie (kakaknya) Mas Wendo di rumahnya ada paling tidak dua mesin tik. Yang siap untuk menulis apa saja yang terlintas di kepalanya. Sehingga untuk Indonesia, ia salah seorang paling produktif selain Putu Wjaya. Sehingga ketika di dalam LP Cipinang, sekeluar dari penjara itu bermunculan novel Sudesi, Menghitung Hari. Dan seterusnya.
Ya, Mas Wendo slengekan tapi kalau soal menulis, ya liar dan luar biasa cepatnya.
Dari tiga nama yang mempengaruhi saya menulis, merekalah guru-guru menulis saya secara berbeda-beda. Masing-masing dengan kekuatannya. Masing-masing ada yang bisa diambil saripatinya.
Perjalanan lebih dari tiga puluh tujuh tahun, rasanya seperti baru kemarin. Karena saya masih tetap menulis cerita anak-anak. Sehingga saya merasa muda terus, hehehe!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
