Pergaulan itulah membuat saya berguru kepada orang-orang yang berpredikat sebagai penulis. Jika kepada Kho Ping Hoo yang disilpin tiga hari dalam seminggu ke Tawangmangu, Karanganyar dan satu jilid cerita silat dihasilkan. Lalu pulang kembali ke Solo. Dengan Bung Smas yang berbahasa Indonesia teliti, titik-koma hingga Hukum DM (Diterangkan Menerangkan) dan kalimat awal untuk menghindari penggunaan kata Di dan Dan. Â
"Boleh sih, kalau untuk mengejar estetika."
Bisa dibilang, sebagai penulis menggelandang, saya bertemu dan berguru kepada mereka. Semisal dengan Mas Mujimanto nama samaran Niken Pratiwi (penulis novel Damai, dan kemudian difilmkan). Atau dengan Ahmad Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk dan difilmkan).
Namun tiga orang: Kho Ping Hoo, Bung Smas dan Arswendo orang-orang penting dan mempengaruhi saya, terutama, dalam menulis fiksi.
KhoPingHoo
Begitu  detail dalam menggambarkan tokoh-tokohnya. Baik sosok fisik maupun karakter. Bahkan kalimat-kalimat dalam dialog. Betapa beda antara Suma Kian Lee dengan Suma Kian Bu, dua anak Pendekar Pulau Es. Apalagi kalau menggambarkan Han Han (nama sebutan lain Suma Han) yang berambut riap-riapan putih keperakan. Atau Ang I Niocu, perempuan penggoda.
Ia juga tidak bisa silat. Namun bisa menggambarkan dan meyakinkan jika mengeluarkan jurus-jurusnya. Baik gwakang (tenaga luar) maupun Iwekang (tenaga dalam). Tentu, termasuk perguruan-perguruan silat Cina: Butongpay, Siauwlimpay, dan seterusnya.
Di samping itu, Kho Ping Hoo tak pernah ke Cina. Namun bisa menggambarkan Pegunungan Tiansan, Himalaya, Sungai Huangho, dan Kota Raja yang melatari dunia persilatan dan dunia sastra era dinasty Ming dan dinasti lainnya. Singkatnya risetnya kuat. Dalam tiap judul, selalu ada filsafat yang diselipkan. Tentang ke-Aku-an soal agama, bangsa, dan negara.Â
BungSmas
Bacaannya tak terlalu luas. Pun pergaulannya. Namun sebagai guru -- ia mengajar olahraga, karena sekolah dan lulusan  SMOA atau SGO (Sekolah Guru Olahraga). Sehingga ia piawai dalam menggambarkan adegan Keluarga Sirkus. Apa itu trapeze, salto dan ilmu keolahragaan. Ia sendiri seorang pesenam dengan berbagai risiko yang ditanggung kalau lengah alias tak konsentrasi. Di situlah ia disiplin. Runtut dalam menceritakan plot demi plot. Juga dalam mengupas kedaerahan. Maka muncul bukunya: Sang Pembatik, Murai Terbang Tinggi (soal dunia hewan, burung). Dan seterusnya.