“Saya juga, wis!” sambung Arum.
Ah, yang penting lesehan. Lihat hasil jepretan Tami dan Arum. Suasana di JLS yang penuh tawaran kuliner malam, mungkin bisa menjadi rekomen penting. Walau ada Kompasianer Laura Irawati pernah akan menunjukkan sate enak mana (yang akan kutagih, hehehe), entahlah.
Jalanan lebar, dengan trotoar yang memungkinkan menikmati lesehan ndak seperti kalau di Malioboro Jogja adalah suasana penting dalam mengudap malam hari bagi kami yang bukan dari Cilegon. Sehingga Pecak bandeng, ayam bakar pesananku atawa Isson yang masih setia dengan sambal melumuri ikannya dengan sambal menjadi OK punya.
Lagi-lagi, dengan harga yang cukup bersahabat. Ndak terlalu jauh dibandingkan dengan Nasi Gonjleng. Sehingga kami kira, ini bagian tawaran wisata kuliner malam di Cilegon yang bagus. Ndak makai mukul harga yang bisa mbikin orang kapok orang non-Cilegon.
IkanLagi
Esok sorenya, dipandu Mbak Indah yang wong Cilegon, kami mengunjungi rumah makan dengan model bangunan saung. Di Jalan protokol, dan dengan tawaran menu yang beragam. Meski ada Kang Nasir, Sutisna Abas dan kami berempat manut-manut saja. Dan pilihan ikan bakar, cumi, sayur yang menjadi pelengkap okay. Selain otak-otak, sebelum menu utama disajikan.
“Kita ngikut Mbak Indah yang mewakili Mbak Laura!” seruku saat ia memilih deret menu yang disodorkan oleh perempuan muda di warung MG itu.
Kalau kemudian memang ikan dan sebangsanya itu, bukankah Cilegon memang punya laut, pantai, dermaga atau pelabuhan Merak? Ah, itulah asyiknya madyang di Cilegon. Sesuai dengan semangat maritim, eh …apa hubungannya?
Lihat saja. Pasti ngilerlah kalau ada menu seperti ini, dikudap dengan suasana lesehan di bawah gubug-gubug bambu dan atap rumbia. Apalagi, minumannya …hm banyak tawaran. Jus apa saja ada. Rasanya komplet untuk penjelajahan kuliner di Cilegon. Ndak sekeras baja, tapi empuk, kok. Hehehe.