[caption caption="Pendidikan karakter anak untuk tidak korupsi. (repro: Kompas)"][/caption]
FAHRI Hamzah, Wakil Ketua DPR, sudah lama pengin banget membubarkan KPK. Menurutnya: Kan sudah ada Polisi, Jaksa dan aparat yang bisa menindaknya. Untuk, apa ada KPK?
Fakta lain menyebutkan. Dengan cara yang sekarang, KPK menyadap dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pun masih belum, dan masih banyak orang korupsi. Dan selama mereka “belum apes”, sebuah istilah yang membuat mereka piawai main kucing-kucingan akan terus bermain dengan uang bukan miliknya. Dan kalaupun tertangkap, disidang lalu dikenakan hukuman yang ringan.
Maka, tak kunjung jera yang namanya pejabat korupsi di negeri ini. “KPK sudah memenjarakan sekitar 500 koruptor yang berasal dari berbagai kalangan. Namun, jumlahnya akan terus bertambah,” kata Saut Situmorang, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, KOMPAS (Minggu, 13/3).
Usulan dari Wakil Ketua KPK ini pun agar ada semacam kurikulum di dunia pendidikan, baik sejak dini hingga perguruan tinggi. Meski, itu mesti dikaji ulang. Mengingat muatan kurikulum yang diterima siswa sudah berjejal. Jika pada Sabtu (12/3) lalu ada “Lagu Anak Hebat” tentang pencegahan korupsi di kalangan anak-anak, perlu. Ini menjadi bagian dari orang atau pihak-pihak yang ingin banget KPK bubar jika korupsi di negeri ini (walau belum) nol koma sekian persen. Tak usah bermimpi menjadi bisa bersih, sih!
[caption caption="Kampanye korupsi lewat kartun: mentertawakan diri sendiri. (repor:kompas)"]
Ya, manalah mungkin negeri yang sudah kusut dan ada orang-orang seperti Wakil Ketua DPR yang mengehendaki KPK bubar segera. Sepuluh tahun dalam pemerintahan di bawah SBY dengan partainya yang masif meneriakkan: “Katakan Tidak! Korupsi”, eh lha kok malah anak buahnya berjamaah tidak menuruti perintahnya. Partainya justru bersembahyang menyembah uang bukan miliknya.
Ironis.
Maka, hingga kini tiap hari ada saja kata-kata korupsi mencuat. Termasuk pemberitaan di KOMPAS salah satu media papan atas. Termasuk di Minggu (13/3) ini. Ya lewat tulisan yang mengangkat soal pendidikan karakter anti korupsi sejak dini. Belum mural-mural di jalan-jalan. Teatrikal, dukungan di acara Car Free Day dan semacamnya.
Lalu, seperti gambar kartun yang sudah tak terbilang lagi, menyuarakan tentang korupsi. Pendekatan seorang seniman, kadang seperti mentertawakan saja, dan bagi yang sudah punya niatan jahat para tokoh yang berkemungkinan korup, ya korupsi aja. Dengan berbagai cara. Jika dulu korupsi di bawah meja, sekarang uang dan mejanya digeret semua.
Sepertinya kita masih akan, akan dan akan menemukan koruptor. Meski membuat jengkel saja. Lha, sudah menjadi terdakwa, divonis pun, bisa cengengesan di depan kamera. Apa perlu dipenggal kepalanya? ***