Namun ia dan adiknya, tetap anak-anak presiden yang benar-benar biasa saja. Termasuk berani tampil seadanya. Tanpa beban. Tidak mengambil kesempatan karena kebetulan orangtuanya sedang berkuasa. Padahal, ketika ia mengambil keputusan untuk menjadi pengusaha dari bawah, banyak orang-orang anak buah bapaknya ketika di Solo, ditampiknya. Dan ia mengambil keputusan berani “untuk tidak KKN” mendapat order dari lingkungan Pemkot Solo. Berjualan secara bebas saja.
[caption caption="Gibran, berjualan martabak. (foto: bintang.com)"]
“Orang kan (ke saya) beli makanan. Tastenya yang dipertimbangkan,” jawabnya tentang orang-orang yang mengenal Gibran jualan soal isi perut itu.
Artinya, pertimbangannya, enak atau tidak. Layak atau tidak dibeli. Bukan karena itu jualan dari anak orang (paling) penting. Jelas. Ini sebuah usaha dari bawah dan sama sekali tak ingin untuk memanfaatkan orangtuanya, hingga sekarang sebagai presiden.
“Jangan dicampuradukan bisnis dan politik. Bapak tetap jalan. Saya juga jalan dengan bisnis saya,” ungkap Gibran, sederhana.
Mana ada anak-anak presiden sebelumnya yang demikian cair dan berani tampil apanya untuk dikupas “oleh” media? Bahkan, ketika dengan nakal Mata Najwa menghadirkan Ernest Prakasa yang ditugasi untuk “ngeledekin” dua anak presiden yang masih berkuasa. Meski sang Komedian itu membuka dengan kata maaf.
Maka, saya – yang mulai terlibat di media sejak Presiden kedua – pun minta maaf dalam menilai anak-anak presiden sebelumnya. Yang masih hidup dengan cara dan gayanya. Jauh panggang dari api sate pembakaran moral orang tuanya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H