“Jangan entah.”
“Kenapa?”
“Kalau kau ditanyakan orang rumah.”
Tika tertawa. Sempat melihat ujung bagian atas matahari nyungsep ditelan permukaan air laut. Sehingga malam menjadi sempurna. Dengan angin menjadi pengiring nyanyian malam.
“Kita ke mana?”
“Ke mana lagi, maksudmu?”
Tika menatap Sonata. Lama. Bola mata keduanya dalam pancaran yang sama. Menembus rembang senja.
“Bawalah daku pergi ….”
Lelaki itu menggeleng.
“Pulang kita.”
Sonata membawa Tika pulang. Masih dengan posisi yang sama. Dengan dekapan kedua lengan wanitanya. Membawa ia membawakan motor dengan tenang walau dengan kecepatan di atas rata-rata motor-motor bebek yang seperti binatang mudah dikendalikan itu. Kwek, kwek-kwek!