“Aku ingin membelainya, Kromodongso,” ujar Asep.
“Memang aku nggak?” Tigor nyolot.
Kian riuh perbincangan di gardu. Soal korban perempuan cantik berdasarkan pemberitaan yang mereka ikuti. Ketika lewat penjual wedang ronde keliling, Kromodongso sigap memanggil dan berjanji untuk membayarnya.
Ting …ting …ting!
Penjual wedang ronde pun berlalu. Perbincangan masih terus soal wanita cantik yang memar dan memerah di sebagian bola matanya. Dan Kromodongso, mengulasnya bukan seperti politikus yang berwajah tikus. Cerdik sekaligus licik.
“Kalau begitu caranya, mending mereka itu belajar sama Tigor …!”
“Kok aku?”
“Ya, kauajarilah mereka bermain cantik. Ndak asal main tempeleng. Apalagi sampai mengenai bola matanya. Mata indah bola pingpong memerah mana ada indahnya? Ndak canteeeklah itu.”
Tigor garuk-garuk kepala.
Asep dan Daeng tampak senang melihat Tigor kena skak-mat.
“Jadi, jadi ….”