Gaya sindiran Koming dan Pailul-nya Mas Dwi Koen di Kompas Minggu (27/12). (Repro:KOMPAS)
TIAP Minggu (hari) lebih dari satu surat kabar mampir ke rumah. Menjadi bagian penting, tak sekadar hiburan. Meski isi Koran pada hari Minggu tidak sekeras hari-hari biasa (week day). Paling tidak, banyak unsur “hiburan”. Sebab, ada fiksi: cerpen dan puisi serta soal masak-memasak dan keluarga. Di samping komik atau kartun, yang tak pernah abai kusimak dengan cengengesan.
Seperti Panji Koming kreasi komikus-karikaturis Dwi Koendoro (DK) dengan tim pada KOMPAS, Minggu (27/12) pagi ini. Yang meringkas perihal mundur-nya orang-orang “hebat”. Mungkin, yang dimaksud Ketua DPR. Kita simak:
“Dibilang maju padahal mundur …diam-diam eeh …tahu-tahu menjebak,” kata Koming kepada Pailul.
“Kau dengar enggak omonganku barusan? Kamu melihat apa, sih?” sambungnya bertanya kepada Pailul. Ia tak melihat kedatangan “den baguse” dari sisi kiri (frame 6).
“Undur-undur,” jawab Pailul ketika Si penguasa – atau tokoh antagnis pada suatu momen – yang selalu digambarkan angkuh dengan dagu diangkat itu berlalu.
Mundur itu Mesti Teratur
Jeleh kita membahas mundurnya Ketua DPR yang satu ini. Karena ia tidak mundur sejak ditengarai “mencatut nama”. Malah, ia melawan. Dengan mengadukan orang yang menyebut dirinya mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden ke Polisi. “Saya dizalimi!” sebutnya.
Gaya mundur, eh ...undur-undur Ketua DPR? (Repro: KOMPAS mINGGU 27/12).
Weleh-weleh.