Ilmu pas dimiliki orang yang berpredikat politikus – ya politikus, karena ia tak jamak – bukan politisi. Meski bisa saja banyak orang yang menjadi politikus beramai-ramai dan disebut politisi dengan kelakuan yang sama dengan ia. Di mana bersarang secara mayoritas di Rumah Rahayat, dan berkelakuan seperti tikus.
Paling tidak, ini berbeda dengan mundurnya Dirjen Pajak, beberapa hari lalu. Atau yang hari Minggu ini di halaman depan (head line) memuat mundurnya Dirjen Perhubungan Darat. Padahal, itu disebabkan sebuah kemacetan di dua-tiga hari lalu, 23-25 Desember. Lha, Dari Kampung Rambutan – melewati JORR – menuju Cikampek bisa menempuh waktu hingga lima jam lebih. Opo tumon? Melebihi kemacetan orang mudik menjelang lebaran. “Sebagai Dirjen Perhubungan Darat, saya bertanggung jawab atas kemacetan itu. Untuk itu, saya menyatakan berhenti sebagai Dirjen Perhubungan Darat,” kata Djoko Sasono dalam konferensi pers, Sabtu (26/12) di Jakarta.
Mundurnya Dirjen Perhubungan Darat, tak berbelit-belit. Tapi cukup mengguncang, seperti ilustrasi Tsunami Aceh 11 tahun lalu dalam foto ini? (Repro: Republika Ahad, 27/12).
Jelas, tak berbelit-belit kalimatnya. Ndak seperti politikus (masih bukan politisi) terutama dari Senayan. Atau dalam bahasa Panji Koming: “Dibilang maju padahal mundur …tahu-tahu menjebak.”
Seperti itukah kelakuan undur-undur dari Rumah Rahayat? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H