TAK ada yang salah bagi yang mampu dan mau bagi yang ingin berpolitik. Termasuk dari etnis China di negeri ini. Mereka berhak berkontribusi untuk negara dan bangsanya dalam membenahi kondisi saat ini dan mendatang. Dan semestinyalah mereka tidak sedang berdagang.
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Hary Tanoe (HT) dan belakangan Rusdi Kirana tersebut sebagai nama-nama yang memasuki gelanggang politik di Tahun Politik, 2014. Meriah. Mereka bisa disebut kuda yang akan menghela politik, dan tak bisa tidak menyangkut perekonomian juga. Ini sesuai dengan latar belakang mereka yang memang piawai perihal ini. “Mereka dengan siapa saja berhubungan asal menguntungkan, China, Amerika, Eropa,” tandas pengamat politik UI, Donny Gahral Adian.
Jadi, tak praktis mereka, keturunan yang terjun ke politik akan menguasai ekonomi Indonesia? Atau sebagai bentuk perlindungan bisnis mereka dengan “mendekati” ranah politik? Perlu kita tunggu dengan sabar. Yang jelas, soal ekonomi mereka sudah menguasai sejak era Orde Baru dari Sabang sampai Merauke. Lalu kekuasaan dibutuhkan, kini?
Jika Ahok sudah kongkret sebagai “penguasa” di wilayah DKI Jakarta, sebagai Wagub, HT yang mencalonkan lewat Hanura bahkan bercita-cita sebagai Wakil Presiden. Sedangkan bos Lion Air, sudah langsung nangkring sebagai Wakil Ketua di PKB yang dibidani Gus Dur. Pada dua yang terakhir, mereka tajir. HT langsung ditangkap pemilik Hanura, Wiranto. Dan Rusdi segera dicaplok Muhaimin Iskandar yang jelas megap-megap soal keuangan dalam mengikuti pesta demokrasi yang di ambang pintu.
Di Tahun Kuda kayu 2014 ini, mereka jelas ikut menabur uang. Entah habis-habisan atau tidak. Namun HT dan Rusdi toh sudah berhitung sejak awal. HT yang emoh di bawah ketiak Surya Paloh (Nasdem) yang pengusaha juga lebih memilih Wiranto yang bersemangat 45 untuk sampai titik darah penghabisan dengan cita-citanya duduk di kursi RI Satu. Persisnya, ia lebih nyes sebagai Wakilnya Wiranto. Dan Rusdi yang sempat ditawari partainya Bos RI Satu, SBY, untuk berkonvensi di Demokrat lebih sreg dengan Cak Imin yang “menelikung” Gus Dur, pamannya.
Rusdi Kirana bahkan sudah berjanji untuk menggelontorkan satu triliun untuk membenahi ekonomi warga nadliyin. Artinya, ia berkehendak PKB mendapat posisi bagus pada tahun ini, dan PKB (atau janji Cak Imin) siap mengantar Bos penerbangan swasta ini sebagai Menteri. Duhai, indahnya, kan? Melambung-lambung. Dan itulah politik negeri ini.
Dan sebagai (calon) politikus tajir, Rusdi dan HT segera mendapat kehormatan-kehormatan lain. Meski semisal AD/ART bisa ditabrak-tabrak mereka. Pokoknya bisa langsung nangkring, meski jejak kepolitikannya masih belum ada rekamnya. Dan sekali lagi, inilah perilaku politikus yang juga masih tergagap-gagap dalam menjalaninya. Hitung-hitungannya bukan lagi darah politikus dan visi orang berpartai. Atau meminjam istilah adik Gus Dur, berkait dengan perilaku Cak Imin notabene keponakan KH. Abdurrahman Wahid, “Rusdi belum pernah menjadi anggota PKB, sementara AD/ART minimal dua tahun sampai bisa menjadi pengurus harian. Ini kan aneh, seperti kumpulan arisan,” ujar Lili Wahid, seorang bibi yang ditendang Cak Imin, sang keponakan.
Jadi, siapa yang menunggangi siapa? *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H