Pamekasan, 21 April 1947. Demikian tersebutkan tempat dan tanggal lahir Hadi Purnomo, mantan Dirjen Pajak 2003 yang mengejutkan saya, sehabis Maghrib kemarin, 21 April 2014 ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Saya tahunya dari TV One dan MetroTV yang silih-berganti memberitakan “guncangan” perihal uang orang/ negara yang jelas bukan miliknya dan ditilepnya.
Semula, saya pikir, terjeratnya lelaki pas di hari ulang tahunnya ke-67 itu saat ia menjabat sebagai Ketua BPK. Ternyata, justru terkait dengan pajak BCA (Bank Central Asia) dengan dugaan sekitar 370 miliar – yang mestinya menjadi milik Negara. Ya, karena uang tak disetorkan, dan Negara menjadi rugi.
Sambil terus mengikuti pernyataan Juru Bicara KPK Johan Budi, saya terus mikir. Ternyata soal uang itu memang bisa menjadikan orang keblinger – seperti pemeo selama ini. Sebab uang gaji seseorang yang dibawa pulang (take home pay) yang besar setelah dinaikkan beberapakali bagi orang-orang Depkeu, tak membuat mereka menjadi lencer alias lurus. Tidak berpaling ke mana-mana. Tak, sama sekali ternyata. Gayus Tambunan, satu di antaranya. Sekarang malah “atasannya”.
Lebih mencengangkan lagi, ketika MetroTV menghadirkan Ichsanuddin Noorsy. Ia menyebutkan, di Ruang tempatnya berdialog dengan penyiar TV itu: orang pajak banyak yang busuk. Menurutnya, yang tak setuju ketika Hadi Purnomo dipilih sebagai Dirjen Pajak dari jabatan sebelumnya. Alasannya, ia terlalu banyak tahu seluk-beluk “keuangan” di institusinya itu. Yang bisa membuat seseorang bisa “membelokkan” jalan. “Saya salah satu yang memprotes Hadi Purnomo terpilih sebagai Ketua BPK.”
Ah, Ichsan memang khas. Selalu bicara tanpa tedeng aling-aling. Saya yang kebetulan pernah satu kantor dengannya di sebuah penerbitan nasional (tahun 1986) masih saja mendapatkan lelaki yang integritasnya lumayan bisa diandalkan. Selain soal data, ia juga hafal klotokan. Sehingga ketika tahun 2000 saya menemani wartawan muda untuk mewawancarainya – saat itu Ichsan sebagai anggota DPR sedang menjadi bintang dalam membongkar kasus Bank Bali – tetap asyik dan blak-blakan. Dan ia tak bersedia kalau mewawancarainya soal profil dirinya. Ia berulangkali mengingatkan dengan bercanda, terutama, kepadaku. “Rin, jangan dibelok-belokkan, ya!” Ah, dasar mantan orang media, pikirku sambil senyum-senyum.
Rasanya akan berjalin-kelindan apa yang dialami Hadi Purnomo itu. Lebih-lebih seperti yang dinyatakan Ichsan, jika KPK tidak ingin dituduh pilih kasih dan terkesan kasus yang menjerat Hadi itu dipolitisir, jerat juga orang BCA. Karena jika Hadi “yang menerima” pasti ada “yang memberi” – meski sementara ini KPK menyebutkan jerat pasal padanya “Menyalahkan kewenangan jabatan”.
Jika momen menjerat mantan Dirjen Pajak ini sebagai pintu masuk mengobrak-abrik institusi paling banyak tergoda uang “Wajib Pajak”, adakah itu? Ya, mengingat selama ini hampir selalu mentok alias berhenti di orang-orang yang kebetulan “tertangkap” KPK saja. Mengingat uang yang jumlahnya mungkin amat sangat mencengangkan. Tak hanya 370 miliar rupiah yang ditengarai oleh KPK atas terdakwa mantan Dirjen Pajak – yang mestinya pensiunan enak-nyaman bersama anak dan cucu-cucunya itu setelah pensiun dari BPK.
Entahlah. Mungkin, justru kita akan mendapatkan kejutan lain dari KPK yang menakutkan bagi para kaum pemakan uang Negara yang notabene uang rakyat? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H