Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kompasianer Solo Ngajak Ketemuan, ya OK wae

25 Juni 2014   19:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:59 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403673615451876418

* Sisi Lain: Visit Deltomed dan Wisata Solo

KAMI, peserta nominasi Kuldon-Sariawan Tur sedang bersantai ngeriung di sisi kanan depan Griya Teratai yang tersembunyi, persisnya di belakang Paragon. Hari baru surut mataharinya. Kami yang sudah mandi karena telah berkunjung ke PT Deltomed di Wonogiri sesiangan, ngobrol ngalor-ngidul – istilah pas karena sedang di Tanah Jawa Solo. Saya pun cuma bersarung dan berbaju koko lengan pendek.

“Ini TS ya?” tuduh seorang bertopi dan berkacamata itu seraya menjulurkan tangan ke arahku.

Menelisik sebentar, namun tetap tak menemukan jawab. Siapa sih? Kok priyayi Solo berangasan juga, ndak lembut kayak yang digambarkan selama ini?

“Saya Tante Paku …,” akunya sebelum aku menebak.

Kami pun; Gapey Sandi, Tubagus Encep, Dzulfikar, Dwi Suparno dan Adian segera tertawa. Ternyata laki-laki yang sumeh – ramah dan banyak bicara tentang Solo Bumi pijakannya. Ah, selalu ada kompasianer rupanya, termasuk di Solo. Dan apalagi setelah bergabung Niken yang baru saja mewawancarai ibunda Jokowi secara enak, lembut dan ngewongke. Niken Setyawati digondeli anak-anaknya. Perempuan mungil ini, lebih fasih – ya kan mantan wartawati.

Pembicaraan pada Jumat (13/4) itu pun gayeng.

Ngalor-ngidul.

“Ayo, kita makan dulu,” sebuah tawaran dari orang Deltomed, Agatha Nirbanawati menyeruak.

Kami para kompasianer bingung. Lha, sekarang statusnya tamu atau tuan rumah dari kompasianer yang mengunjungi kami – terutama atas usaha Adian dengan menghubungi Niken yang jebolah SoloPos itu. Bilakah harus mentraktir mereka? Ternyata Agatha punya tawaran menarik, “Ikut saja. Kita ke Goela Kelapa. Deket.” Bijak.

“Kami masih menunggu teman lain mau gabung kemari,” elak Niken.

Serba salah. Tapi karena ini bukan basa-basi, ya sudah. Saya pun masuk ke kamar untuk berganti pakaian: masak makan di resto pakai sarung? Hehehe.

“Haloooo …Pak TS!” sambut wanita berkerudung, sumringah.

Wah, siapa lagi ya? Ah, tapi lagi-lagi ia segera membeberkan diri. Ternyata Bu Sri Sugiastuti, Bu Guru yang pernah ikut workshop di Universitas Negeri Jakarta di mana saya sebagai pembicara. Ia, kompasianer, datang bersama suaminya. Meski kedatangan mereka bikin kami ewuh-pakewuh. Risih, dan serba canggung. Apa harus diajak ke resto yang sudah dipesan oleh panitia Deltomed.

“Iya, ayo saja!” pinta Agatha, meyakinkan.

Namun lagi-lagi para kompasianer Solo ini memperlihatkan sikap halusnya: mengelak. Juga dengan jawaban standar: nunggu Johan Wahyudi, Suko Waspodo dan entah siapa lagi.

Ya, sudah. Kami pun mesti makan ke Goela Kelapa, yang ternyata tak sampai sepuluh menit dari tempat kami menginap. Masih di dekat Manahan, sebuah stadion kebanggaan orang Solo. Meski sayangnya, menu yang dipesan bukan khas Kota Bengawan yang gayeng semisal: nasi liwet, tengkleng dan seterusnya itu.

Kami peserta Kuldon Sariawan Tur ketemuan dengan kompasianer Solo. Pembicaraan ngalor-ngidul: ketemu Jokowi juga.

foto: doc. Ngesti Setyo Moerni

Kembali ke tempat penginapan, kami melanjutkan pembicaraan. Namun Niken yang direpoti anak-anak masih kecil, undur diri. Maka kami pun berfoto ria – ini jenis kekerabatan ala kompasianer. Lalu kami mejeng di depan resepsionis. Di mana bangunan hotel yang menyerupai guest house itu banyak ukiran jati.

Pembicaraan mengenai Jokowi – wong Solo yang lagi nyapres pun tak terelakkan: mereka begitu fasih tentang serudukan ala Si Kerempeng – sebutan Megawati Soekarnoputri yang menjagokan lelaki kelahiran bantaran sungai dan lulusan UGM Kehutanan. Terutama Tante Paku, ah … sesuai dengan namanya Tante … cerewetlah, tentu.

“Kalau Anda ndak pernah kemari, sulit untuk membedakan perbandingan sebelum Jokowi jadi Gubernur Jakarta,” cetolehnya, menjawab pertanyaan Dzulfikar, guru yang piawai soal nge-tweet dan biasa membuat reportase pakai video ke kompasiana.

Iya juga, sih.

Pembicaraan yang berbeda, menjadikan suasana gayeng. Ah, saya pun terseret keasyikan dengan sesama kompasianer. Bahwa dari kompasiana, kami dipertemukan. Dengan cara yang cair. Kali ini dengan fasilitas Deltomed – yang menjadi klien kompasiana. Bahkan Sulhan Rumaru (admin kompasiana) pun perlu membekali mereka dengan kue-kue ketika bubaran berbincang hingga lumayan larut malam. Meski Solo di Waktu Malam Hari – jauh lebih bisa dinikmati, sebenarnya. Ini kota yang tak pernah tidur, kata sebuah lagu keroncong. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun