Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Buku Kompasianer nan Gurih Dibaca

21 November 2014   18:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:13 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1416543237351839508

Judul                     : Perjalanan Hati

Penulis                 : Titin Sulistiawati

Penerbit              : Peniti Media, Pondon Gede, 2004

Tebal                     : 110 halaman

ISBN                      : 978-602-71515-1-2

ADA kalimat bagus pujangga sekelas Williem Shakespeare: ketika kita sedang memperhatikan lawan jenis, maka kita mudah menjadi penyair. Gampang nulis puisi, atawa ya …lancar mencorat-caret. Untuk itu, perlukah kita pedekate terus-menerus?

Tak mesti. Karena “kepedulian” di sini bisa saja berupa ketertarikan orang pada apa saja: alam, kehidupan manusia, dan pengalaman yang bisa digali menjadi sebuah tulisan. Bahwa cinta (falling in love) itu menjadi gampa membuat untuk trenyuh: ya. Dan kemudian mengalir kata, kalimat dan “cerita”. Jadilah fiksi.

Ya, fiksi. Kendati itu dari sebuah pengalaman nyata (true story). Namun sebuah fiksi, punya “jalur” tersendiri. Bahasa ungkapnya berbeda. Tidak langsung alias tembak langsung dan verbal. Bisa dengan bahasa nan indah – karena dipilih dan dipilah. Demikianlah.

Persoalan cinta, di tangan penulis yang menggemari sajak sejak kecil ini, bisa ditulis dari banyak sudut. Bahkan dengan titik tolak yang “sama”. Bie, misalnya. Sebab:

Bie …

Cinta itu memampukan kita untuk ikhlas menerima setiap

kekurangan dan kelebihan aku dan kamu tapi bukan menghinakan…

Kalau sudah begitu, betapa tak mudah untuk menyingkirkan logika. Yang ada, boleh jadi, rasa. Yang membulat-menelikung-berkelindan bagi siapa pun. Di tangan Titin bisa membuat kita terpana. Betapa huruf tidak a-b-c-d dan sampai z. Namun bisa dirangkai dengan tangan halusnya. Simak: Kenangan Bersama Bie, Masih Rindu Kamu Bie, Tepati Janjimu Bie, atau hingga yang menggigit: Malam Menyepi Tanpa Bie.

Duh.

Namun Titin tetap seorang penulis. Yang bahasanya kadang, istilah sekarang lebay. Namun itu jujur, dan lebih baik. Karena ketika seseorang menulis dengan jujur, jauh lebih bagus daripada yang “mengada-ada”. Penulis buku sejumlah puisi yang berserak ini jelas mengikuti irama hati.

Termasuk penulis dalam menulis sejumlah cerpen. Kelewat batas atau tak terpermanai. Dengan plot yang sesungguhnya biasa, normal dan klasik atawa natural. Perhatikan pada cerpen Anakku Bintang Kecilku. Kita diajak berwisata mental dengan tokoh yang super karena dirundung nasibnya. Ia yang pernah diperkosa dalam acara reuni SMA di Puncak, dan kemudian dihadapkan pada kenyataan. Menikah dan dicampakkan oleh suami yang mendapatinya tidak lagi perawan.

Tokoh Rindu, justru dipertemukan dengan kenyataan. Ia bertemu dengan lelaki yang memperkosanya, notabene teman sekelasnya. Betapa tak membuatnya meradang? Ya, meski kemudian ia disadarkan. Bahwa telah ada Rindu yunior yang mengalami nasib tragis, buta. Anak atau buah hatinya yang mestinya tak menjadi korban karena keegoisan dirinya dan “si pemerkosa”.

Membaca serenteng fiksi: puisi dan cerpen Titin, kita digiring pada sebuah persoalan manusia dengan berbagai perangainya. Kadang kita tak bisa menebak apa yang diinginkan si tokoh. Semisal istri menikahkan suaminya, istri menjumpai istri muda yang ditinggal mati “suami bagi keduanya”, dan kisah lainnya.

Ada pertanggungjawaban moral dari penulis tentang sejumlah tulisan dalam buku tipis dengan cover dirinya: Perjalanan Hati. Boleh jadi, disebabkan ia seorang guru. Sehingga bisa didapati sebuah cerita tentang anak yang memandikan jenasah Sang Ibu, sebagai pemenuhan permintaannya. Meski itu bisa dibilang terlambat.

Buku ini, bisa menjadi bacaan yang gurih dan berguna. Tak bisa tidak. Meski terbilang pop. ***

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun