ADEGANNYA cukup jelas. Dari ketinggian tertentu, menyorot seorang kenek Kopaja turun mendahului bis hijau-putih polet-polet itu. Lalu ia berlari mendekati sebuah pos atawa gardu di kawasan Bunderan HI. Tak jelas atau persis apa yang diselonongkan. Ia bergegas menyeberang sembari menunggu Kopaja yang memutar menerabas “verboden” itu.
Ternyata unggahan via Youtube oleh netizen Hendrik berdurasi 2 menit-an itu sebuah adegan biasa dan bisa terjadi setiap saat di poros ibukota yang saat ini ditabalkan sebagai Kota Termacet di dunia. Yakni sebuah setoran Kopaja moda transportasi “pecundang”. Kenapa pecundang? Karena mereka umumnya sudah Hidup Segan Mati pun Ogah. Trayek Kopaja 19 ini jenis yang sudah kehilangan arah karena jalurnya direbut oleh moda angkutan darat jenis “bus kota” lain.
Selesai kan sudah? Ya. Cukup dengan lima belas ribu rupiah, Kopaja dan awaknya bermain dan bermanuver di tengah galaunya Jakarta oleh kemacetan. Siapa penerima uang itu? Bukan, bukan, bukan saya, jawaban Pak Polisi atawa petugas di pos Bunderan HI itu. Karena itu hanya oknum. Eh, itu kelakuan Kopaja yang pengin “selamat” dari kemacetan dan kejar setoran.
screenshot Youtube!
Mbulet.
Bagaimana Polisi, sebutlah itu. Bisa menerima uang receh Rp. 15.000, 00? Hina betul. Apalagi ini di DKI Jakarta. Ini jelas sedang dilakukan sebuah “serangan balik” – boleh jadi – para Masyarakat Tidak Jelas yang biasa berkumpul di KPK. Masak hanya cuma seharga sebungkus rokok saja. Ingat. PNS DKI Jakarta (akan) menerima gaji minimal Sembilan juta rupiah, cring! Masak Polantas (ya Polisi yang bekerja di jalan raya itu) hanya menerima lima belas ribu saja? Yang bener saja. “Ya, bener. Wong sehari yang Kopaja yang berputar jumlahnya nggak cuma satu.”
Haduh.
Ini jelas nggak enak ceritanya. Dan yang kena adalah “Polisi” atawa petugas atau aparat di jalan raya besar dekat Bunderan HI. Sebuah tempat sentral, dan bahkan ideal bagi para pendemo. Masih untung tidak ketahuan pendemo – saat kejadian yang di-Youtube!kan – dari adegan itu. Mbok kalau ada demo seperti di Pengadilan Jakarta Selatan saat praperadilan yang diajukan oleh seorang calon petinggi Polisi itu: wanita cantik-cantik. Sehingga tak mungkin ada setoran recehan sebesar lima belas ribu. Mal-lu.
Hayya!
Ini sebuah catatan kecil saja. Ndak usahlah dirisaukan bener. Tak perlu menjadi galau. Apalagi dikait-kaitkan dengan: Kemacetan Jakarta-Pelumpuhan KPK-Kepolisian Mencoba (tetap) gagah. Ini hanya oknum kenek atawa awak Kopaja. Yang bisa disebut ingin tetap hidup di tengah kejamnya Jakarta. Walau sebagai moda transportasi “pencundang”. Di belantara ibukota Negara. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H