Di Gardu atawa Pos Ronda Pura Cikais terjadi ketegangan yang memuncak. Suasana panas. Padahal, gerimis masih membuat enggan siapa pun ke luar rumah. Ini gegara Ki Badrun kemarin menyatakan ingin menyadera Gedung KPK.
“Kamu sih …!” suara Sontoloyo meninggi.
“Apa?” tanya Ki Blendung sambil melongo.
“Apa lagi? Jangan pura-pura bego kayak Be ….”
Jero Ketitik tertawa.
“Terusinlah, Sontol.”
“Iya. Supaya nggak jadi pitnah!” sambung Ki Blendung. Ia tahu watak Sontoloyo yang nggak pernah marah kepada teman-teman yang biasa mangkal di Pos Ronda pojok perumahan itu.
Sontoloyo garuk-garuk kepala. Menurunkan tensinya.
“Iya. Meskinya kamu ndak punya ide gilaaaaa….”
“Yang mana?”
“Yang mana? Lha, mau menggugat Gedung KPK segala itu.”
Ki Blendung menempeleng kepala sendiri. “Be ….”
“Goooo ….”
Perseteruan pun mendatar.
“Tapi mestinya kamu jadi melaporkan Gedung KPK,” celetuk Jero Ketitik.
“We …lah!” Sontoloyo terperanjat.
“Kok kamu yang gila sekarang?” tanya Ki Blendung.
“Lha, iya. Kalau Gedung sudah diambil alih oleh Bareskrim kan nggak ada yang ngancam-ngancam segala. Pake neror gitu jadinya mereka. Ndak jantan itu,” urai Jero Ketitik.
“Maksudmu bukan Polisi kan?” tanya Ki Blendung.
Sontoloyo ngakak.
“Di sinilah letaknya. Orang bego pun ketoro…Ya, bukan lah. Edan apa aparat ngancam.”
“Kalau oknumnya?” kejar Jero Ketitik.
“Nggak. Jangan suka prasangka buruk. Itu dendam namanya. Seperti kata Pakde Sakimun, dendam itu DENgki yang terpenDAM. Mana mungkin Polisi sukan dendam. Nggak ada itu.”
Seperti biasa, Sontoloyo mampu menguraikan dalilnya dengan cermat dan melambat tenang. Sehingga dua temannya menerima alasannya.
“Jadi yang salah itu …gedungnya. Kenapa ada teks gede-gedean …KAPOK: Jujur itu hebat.”
“KPK!” seru Ki Blendung dan Jero Ketitik.
Sontoloyo ndak peduli. Nyeruput teh pocinya. Srupuuuut! ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H