Tahun 2011 merupakan tahun yang sangat penting bagi rakyat Aceh. Pada tahun tersebut rakyat Aceh akan melakukan satu pemilihan kepala daearah secara serentak di 19 kabupaten/kota dari 23 kabupaten/kota di Aceh plus satu pemilihan untuk tingkat provinsi (Gubernur).
Pilkada secara serantak ini pertama sekali dilakukan paska Aceh damai, pada tahun 2006, yang dimenangkan oleh pasangan calon gubernur dari jalur independent (perorangan), sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota juga dimenangkan oleh mayoritas pasangan independent.
Ketelibatan calon independen dalam pemilihan kepala daerah pertama sekali adalah di Aceh dengan menggunakan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) no 11 Tahun 2006, yang kemudian keberadaan calon independen bukan hanya menjadi milik rakyat Aceh. Hal ini disebabkan calon independen sudah berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia, setalah Mahkamah Konstitusi (MK) memenangkan gugatan calon Independent terhadap para penggugat.
Namun kondisi berbeda terjadi dengan Pilkada Aceh kedepan, dimana dalam pemilihan kepala daerah di Aceh pada tahun 2011 kedepan, tidak diikut sertakan oleh calon independent. Ini dikarenakan dalam pasal 256 UUPA, “ calon independent hanya berlaku sekali setalah undang-undang ini di sahkan”. Jadi pasal ini telah membelenggu kebebaan berdemokrasi di Aceh, atau telah melanggar hak konstitusional warga negara Indonesia, dimana setiap warga negara berhak di calonkan dan mencalonkan diri sebagai pemimpin atau kepala daerah.
Pembatasan yang terjadi dalam UUPA ini, telah menggerakkan banyak pihak untuk melakukan Judicial Review (JR) pasal 256 UUPA tersebut. Proses JR ini telah didaftarkan ke MK sejak bulan Juni 2010. Namun sampai saat ini MK hanya, baru menggelar satu kali sidang. Sidang perdana berlangsung 30 menit dengan agenda pembacaan materi permohonan, alasan permohonan serta hubungan hukum antara pemohon dengan objek yang diuji. Setalah sidang perdana tersebut, sampai saat ini JR pasal 256 belum ada perkembangannya.
Belum adanya proses sedang selanjutnya di MK terhadap JR ini telah mengkhawatirkan semua pihak. Mengingat PILKADA di Aceh, prosesnya akan dimulai pada mei 2011. Kalau sampai bulan januari tahun 2011, belum ada kepastian hukum terhadap calon Independen di Aceh, makan pilkada di Aceh akan berpotensi melahirkan konflik baru.
Oleh karena itu, MK akan menjadi orang yang sangat menentukan terhadap proses PILKADA di Aceh kedepan, kalau MK tidak mempercepat proses sidang agar ada kepastian hukum, maka MK telah mendorong konflik politik dalam proses pilkada di Aceh kedepan.
Untuk itu semua rakyat Aceh mengharapkan agar MK bisa mempercepat proses sidang JR pasal 256, agar tidak terjadi konflik politik di Aceh dalam PILKADA mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H