Semua hal di dunia ini, tidak ada yang alami. Bumi menjadi cantik berkat kehadiran manusia; manusia bijaksana. Bentuk pemikiran manusia bijaksana dalam hal ini adalah mereka yang dapat memanfaatkan teknologi yang ada dengan sebaik mungkin. Seperti halnya ketika kita akan membuka bisnis. Untuk dapat menjadi manusia bijaksana kita harus merubah cara berpikir kita menjadi open minded. Dalam mempelajari bisnis kita tidak hanya berfokus pada keuntungan atau uang semata. Namun juga ajang belajar untuk bersyukur. Sebagai contoh, saat kita menginginkan sesuatu maka kita harus memberi. Apa sih korelasinya?
Mari kita ibaratkan uang sebagai sebuah energi. Ketika kita ingin mengambil energi, maka energi kita juga harus selaras dengan apa yang kita keluarkan. Contohnya ketika kita ingin mendapatkan uang dari bisnis yang telah kita buat, maka kita juga harus mengimbanginya dengan sedekah. Sehingga energi tersebut akan terus dan selalu mengalir. Nah, ketika energi telah berjalan dengan baik maka kita harus meninggikan frekuensi. Frekuensi dalam hal ini merupakan bagaimana cara kita bersyukur.
Seperti yang tertuang dalam Al-Qur'an surat As-Sajdah ayat 9, yang memiliki arti "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur." Dan tentu rasa syukur ini harus dilandaskan dengan dimensi syariat, tarekat, hakikat, serta ma'rifat.
Setelah kita memahami makna karunia yang telah Allah berikan dari sisi spiritualitas, maka mari kita beralih pada peradaban. Menjelaskan tentang ilmu yang dijadikan sebagai landasan. Dalam artian ketika kita ingin membuka suatu usaha atau bisnis, maka tanamkan terlebih dahulu dalam mindset kita untuk "mendatangkan pelangan", bukan mencari konsumen. Sehingga dengan begitu kita tidak hanya terfokus pada peningkatan kuantitas saja, namun juga kualitas. Seperti dalam model yang dikenalkan oleh Howard - Sheth, memaparkan jika pemahaman akan perilaku konsumen, pengambilan keputusan para marketer guna merebut hati dan menjadikannya sebagai pelanggan setia.
Selain itu, dalam peningkatan kualitas ini, kita juga harus mengenal instrumen pemasaran yang terdiri dari product, price, place, dan juga promotion. Ke-empat instrumen inilah yang menjadi dasar untuk memulai suatu usaha. Selain 4 instrumen di atas, terdapat instumen lain yang menjadi pendukung yakni ekonomi, teknologi, politik, serta kultur. Beberapa komponen bauran pemasaran itulah yang digunakan oleh para pemasar guna memicu keinginan konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa.
Sehingga dengan melakukan hal tersebut maka kita dapat mengetahui bagaimana karakteristik konsumen sekaligus cara konsumen saat melakukan proses pemutusan pembelian. Respon konsumen dalam hal ini juga tidak boleh disepelekan, dalam artian konsumen pasti mempertimbangkan beberapa hal seperti pilihan produknya, merk, dealer, waktu pembelian, dan juga jumlah pembelian. Karena sebelum memutuskan membeli produk saja konsumen mempertimbangkan banyak hal, maka kita sebagai pelaku usaha juga harus mempertimbangkan hal yang sama.
Adapun ilmu lain yang harus kita pahami adalah mengenai branding, merupakan suatu upaya komunikasi antar pelaku usaha dengan konsumen  dengan cara semenarik mungkin agar produk kita dapat melekat di hati mereka. Caranya adalah dengan menonjolkan apa yang menjadi keunikan dalam usaha kita. Branding ini dapat dilakukan dengan memanfaat sosial media seperti Instagram, YouTube, Facebook, dan lain sebagainya. Karena arus perputaran informasi di media sosial saat ini sudah tergolong cepat, maka informasi mengenai usaha kita pun juga dapat menyebar dengan cepat pula.
Selanjutnya adalah mengenai folosofisnya. Apabila ditilik memalui sisi antropologi. Dengan makna tentang mengenai ilmu yang mempelajari manusia, tentu kita sebagai pelaku usaha akan mempelajari konsumen. Bagaimana caranya? Meskipun terdengar sedikit complicated, namun kita bisa memulai dengan belajar ilmu psikologi. Hal tersebut berguna agar kita dapat membaca karakter konsumen dengan baik dan bisa mendekatkan ke personal konsumen. Berikan pemahaman pada diri sendiri jika saat konsumen bahagia, pengusaha ikut bahagia. Maksudnya adalah kita harus mendahulukan kebahagian konsumen terlebih dahulu.
Untuk mendekatkan ke personal konsumen ini juga dapat dilakukan dengan cara jangan menganggap konsumen sebagai orang yang baru pertama kali datang. Namun anggaplah ia sebagai teman lama. Yang dimaksud dalam hal ini adalah menjual keramah-tamahan kepada konsumen. Saat konsumen menanggapinya dengan ramah pula, maka bangunlah chemistry sehingga karakter dari konsumen dapat terlihat. Keuntungannya adalah, konsumen yang telah merasa nyaman akan lebih banyak meluangkan waktu untuk bertemu kita sebagai pelaku usaha di lain kesempatan. Otomatis konsumen juga ikut membeli produk atau menggunakan jasa kita berulang kali.
Kemudian mari kita kuak dari sisi epistemologis. Secara garis besar, epistemoloogis ini membahas akan pengetahuan. Dan tentunya saat membuka usaha kita pasti memerlukan pengetahuan terlebih dahulu. Mengenai bagaimana cara untuk mempromosikan produk hingga cara mendatangkan pelanggan. Mencari pengetahuan ini tidak serta merta kita harus membaca puluhan buku mengenai dunia marketing. Itu juga perlu sih. Namun, ada cara lain yang bisa diaplikasikan dengan seru. Seperti mendatangi usaha-usaha lain yang memiliki kesamaan dengan bisnis kita. Saat berkunjung, kita tentu dapat belajar dan mencari tahu apa yang menjadi kekurangan dalam usaha kita dan menjadi paham akan cara mengatasinya.